Mafia Kehutanan Sumatera dan Kalimantan Dibidik

"Cukongnya tak pernah ditindak."
Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum akan memperlebar pengusutan kejanggalan kasus pembalakan liar ke Sumatera Utara dan Kalimantan Barat. Sebelumnya, Satuan Tugas sudah mengusut kejanggalan kasus di Riau. "Prosesnya setengah jalan, kami periksa lagi," kata anggota Satuan Tugas, Mas Achmad Sentosa, kemarin.

Mas Achmad menolak menjelaskan secara terperinci kasus yang terindikasi mafia hukum tersebut. Dia mengatakan Satuan Tugas tak mau dinilai mencampuri urusan putusan pengadilan.

Untuk mencari keterlibatan mafia hukum, kata dia, pihaknya tidak serta-merta menelaah semua vonis perkara yang telah diputuskan pengadilan. "Kami bergerak atas laporan masyarakat. Kami harus menghormati keputusan pengadilan dan tak mau mengganggu independensi," ujarnya.

Menurut Mas Achmad, dalam mengungkap kasus pembalakan liar, Satuan Tugas meneliti dari dua aspek fakta hukum. Aspek tersebut adalah ketentuan surat perintah penghentian penyidikan dan hasil vonis putusan pengadilan atas suatu perkara.

Jika mencium adanya indikasi mafia hukum dan bukti yang kuat, kata Mas Achmad, Satuan Tugas akan mengambil langkah nyata membongkar praktek curang itu. "(Pengungkapan) illegal logging harus tegas dan tidak pandang bulu," ujarnya.

Ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, Rudi Satryo, meminta masyarakat mendukung Satuan Tugas memberantas mafia hukum di segala bidang. Menurut dia, mafia hukum dalam kasus hutan sangat mencengangkan dibanding perkara Gayus Tambunan.

Rudi mengatakan lingkaran mafia hukum yang bermain begitu kuat dan beranak-pinak. "Cukong-cukongnya enggak pernah terbongkar, aparatnya juga tidak ditindak, saya rasa perlu (dibongkar)," ujarnya.

Langkah Satuan Tugas mengusut mafia hukum kasus pembalakan liar didukung Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Benny Kabur Harman. "Sejak awal, kami mendukung sebagai realisasi memberantas mafia peradilan," katanya.

Menurut Benny, anggota Dewan akan membantu langkah Satuan Tugas dalam memberantas mafia hukum. "Jika (Satuan Tugas) terbentur masalah, kami akan membantu apa yang mereka butuhkan," ujarnya.

Namun Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin meminta masyarakat tak berharap banyak kepada Satuan Tugas. "(Sebab) kewenangan Satuan Tugas terbatas, hanya koordinasi; dan masa kerjanya cuma dua tahun," katanya. "Tak mungkin bisa membongkar kasus seperti Komisi Pemberantasan Korupsi." ALI NY | APRIARTO MUKTIADI | BUNGA MANGGIASIH
 
Sumber: Koran Tempo, 26 April 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan