MA Tolak PK Dua Terpidana Korupsi

Mahkamah Agung (MA) menegaskan bahwa kuasa hukum tidak berhak mengajukan upaya hukum luar biasa PK (peninjauan kembali). PK harus dimohon secara langsung oleh terpidana. Bila permohonan diwakilkan kepada kuasa hukum, terpidana harus menandatangani berita acara pemeriksaan (BAP) di pengadilan negeri (PN).

''Selanjutnya, putusan diambil majelis dalam waktu tiga bulan,'' ujar hakim agung Krisna Harahap dalam keterangan tertulisnya kemarin (31/3).

Terkait dengan hal itu, MA kemarin menolak dua permohonan PK yang diajukan kuasa hukum terpidana Vaylana Dharmawan dan Ranendra Dangin. Majelis hakim yang mengadili permohonan tersebut adalah Mansyur Kartayasa, Krisna Harahap, Imam Haryadi, M.S. Lumme, serta Leo Hutagalung.

Vaylana merupakan terpidana kasus korupsi di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (saat ini Kemenakertrans). Dalam putusan kasasi, dia dipidana empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Direktur PT Suryantara Purna Wibawa itu juga harus membayar pengganti kerugian negara Rp 1,9 miliar.

Sementara itu, Ranendra Dangin adalah mantan direktur PT RNI yang dihukum tiga tahun dan denda Rp 150 juta dalam kasus korupsi impor gula putih.

Majelis menyatakan tidak menerima permohonan PK dari dua terpidana tersebut. Sebab, permohonan PK itu dinilai tidak memenuhi syarat formal sesuai pasal 263 ayat 1, 265 ayat 2, dan 265 ayat 3 KUHAP. Dalam putusan tersebut, hakim agung Mansyur Kartayasa dan Imam Haryadi menyatakan berbeda pendapat atau dissenting opinion. (noe/c5/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 1 April 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan