MA Tetap Menghukum Rekanan Badan Riset DKP Enam Tahun Penjara
Mahkamah Agung tetap memvonis rekanan Badan Riset Departemen Kelautan dan Perikanan atau DKP, Tirta Winata, selama enam tahun penjara. MA juga memerintahkan Tirta membayar uang pengganti Rp 2,355 miliar.
Hukuman terhadap Tirta dibacakan dalam sidang di Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Kamis (19/7), dengan majelis hakim agung yang terdiri dari ketua Parman Suparman serta anggota Krishna Harahap, Artidjo Alkostar, M Sofyan Martabaya, dan Leopold Hutagalung. MA menolak kasasi Tirta dan memperbaiki putusan Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terkait uang pengganti kerugian negara.
Tirta adalah Direktur PT Tirta Kencana Wahana, rekanan pengadaan peralatan laboratoriun Badan Riset DKP. Dia juga diperintahkan membayar denda Rp 500 juta subsider lima bulan dan membayar uang pengganti Rp 2,355 miliar. Jika dalam sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap uang pengganti tak juga dibayar Tirta, diganti dengan dua tahun penjara.
Di Pengadilan Tipikor tingkat pertama, Tirta divonis enam tahun penjara dan harus membayar uang pengganti Rp 2,5 miliar serta denda Rp 500 juta.
Krishna membenarkan pembacaan putusan terhadap perkara Tirta itu. MA memperbaiki amar judex factie (pengadilan sebelumnya) dan tetap menyatakan Tirta Winata terbukti secara sah bersalah melakukan korupsi bersama-sama, ungkapnya.
Dalam kasus ini, selain Tirta, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menetapkan tiga tersangka lain, yaitu dua pegawai DKP Dasirwan dan Julles Fullop Pattiasina serta Sekretaris Badan Riset DKP Andjar Suparman.
Pembebasan bersyarat
Secara terpisah, warga dan mahasiswa yang mengatasnamakan Aliansi Rakyat Antikorupsi di depan Istana Merdeka, Kamis, meminta Pengadilan Tipikor membebaskan bersyarat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri yang kini menjadi terdakwa dugaan korupsi dana nonbudgeter DKP. Rokhmin dinilai melakukan kesalahan administrasi, bukan korupsi.
Ketua Aliansi Rakyat Antikorupsi Ibnu Hidayat berpendapat, dana nonbudgeter masuk dalam ranah hukum administrasi negara. Salah kaprah jika dikaitkan dengan persoalan korupsi.
Massa aliansi yang berunjuk rasa itu juga meminta aparat hukum tidak melakukan praktik tebang pilih dalam pengusutan kasus dana DKP ini. KPK juga didesak menyeret Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi yang diduga juga memakai dana nonbudgeter itu.
Terkait tuntutan itu, Tumpal Hutabarat, kuasa hukum Freddy, membantah kliennya menggunakan dana nonbudgeter DKP. Dana yang mengalir pada awal masa kepemimpinan Freddy itu terjadi di luar sepengetahuan kliennya.
Terkait tuduhan penggunaan dana DKP untuk keperluan operasional, Tumpal mengakui, antara lain dipakai untuk keperluan operasional perjalanan Jakarta-Roma pascapenetapan tugas baru dan pembelian perabotan rumah dinas. Nilainya ratusan juta rupiah. Tetapi, itu tak sepengetahuan Freddy. (vin/jon)
Sumber: Kompas, 20 Juli 2007