MA Siapkan Hakim Ad Hoc Korupsi [23/07/04]

Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan mengatakan pihaknya telah menyiapkan sejumlah hakim ad hoc untuk menangani kasus korupsi yang melibatkan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Abdullah Puteh.

Sekarang tinggal jalan saja. Insya Allah semua lancar, kata Bagir singkat usai menghadiri peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ke-44 di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, kemarin.

Menurut Bagir, MA sudah melakukan proses seleksi terhadap hakim karier dan ad hoc bagi pengadilan antikorupsi tersebut.

Pengadilan khusus tindak pidana korupsi merupakan amanat Pasal 53 UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sesuai UU tersebut, tindak pidana korupsi digolongkan sebagai tindak pidana luar biasa. Karena itu, menurut Bagir, pemberantasannya juga harus luar biasa.

Terkait dengan kasus Abdullah Puteh tersebut, kata Bagir, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi--biasa disingkat KPK--seharusnya juga melihat kesiapan infrastruktur perangkat hukum sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka. Sebab, kata Bagir, sesuai UU tersebut, KPK baru dapat menetapkan sebuah perkara ke tingkat penyidikan jika sudah terbentuk pengadilan ad hoc korupsi.

KPK telah menetapkan Puteh sebagai tersangka dugaan korupsi dalam kasus pembelian helikopter Mi-2 buatan Rusia seharga sekitar Rp12 miliar. Puteh juga telah menjalani pemeriksaan maraton enam kali, mulai 14 Juli lalu sampai 21 Juli. Pemeriksaan akan dilanjutkan kembali pada 2 Agustus mendatang.

Sesuai dengan Inpres No 2 Tahun 2004 yang ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri pada 20 Juli lalu, Puteh juga telah dibebastugaskan dari tugas-tugasnya sebagai gubernur dan Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD), selama yang bersangkutan menjalani proses hukum di KPK.

Tugas sehari-hari dalam pemerintahan di Aceh diserahkan kepada Wagub Azwar Abubakar. Sedangkan kewenangan PDSD diambil alih oleh Menko Polkam yang kini dijabat Hari Sabarno.

Namun, selama menjalankan tugas-tugas pemerintahan, Wagub dilarang melakukan rotasi atau mutasi pejabat di wilayahnya.

Dalam menangani kasus Puteh selanjutnya, KPK berjanji akan segera mengajukan Gubernur Aceh itu ke proses penuntutan di pengadilan ad hoc korupsi, meski pengadilan tersebut belum dibentuk.

Bagir menyadari adanya kekhawatiran bahwa sebuah perkara korupsi akan terbengkalai jika hasil penyidikan tidak dilimpahkan ke pengadilan ad hoc korupsi yang tak kunjung terbentuk. Tetapi, tegasnya, KPK dipersilakan tetap melanjutkan penanganan perkara tersebut. MA siap menerima limpahan perkara, termasuk kasus korupsi yang ditangani KPK, jelas Bagir.

Sebelum ini, Menteri Negara Bidang Perencanaan Pembangunan Nasional dan Ketua Bappenas Kwik Kian Gie menyatakan pengadilan tindak pidana korupsi seharusnya dibentuk pada Juni 2004 setelah KPK mulai bertugas pada April 2004.

Hal itu disampaikan dalam peluncuran Cetak Biru dan Rencana Aksi Persiapan pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan Pengadilan Niaga, di gedung Bappenas, Jakarta, Rabu (28/1). (Ims/X-7)

Sumber: Media Indonesia, 23 Juli 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan