MA Segera Siapkan Hakim Tipikor

MAHKAMAH Agung (MA) segera menyiapkan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di seluruh ibu kota provinsi setelah DPR dan pemerintah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadilan Tipikor oleh DPR, kemarin (29/9). Namun, MA mengaku masih kekurangan sumber daya hakim untuk ditempatkan di seluruh ibu kota provinsi.

"Kalau sudah menjadi perintah UU agar dibentuk Pengadilan Tipikor di semua provinsi, mau tidak mau, MA harus menyiapkan. MA harus mendrop semua hakim Tipikor di semua provinsi. Kalau di 33 provinsi, paling tidak harus disiapkan hakim kariernya adalah dua atau tiga majelis di setiap provinsi," kata juru bicara MA Hatta Ali di Jakarta, kemarin.

Namun, Hatta mengaku MA masih kekurangan hakim Tipikor untuk ditempatkan setidaknya dua sampai tiga majelis di setiap pengadilan. Hingga saat ini, kata dia, MA telah melatih 600 hakim untuk ditempatkan di setiap Pengadilan Tipikor.

Sumberdaya hakim tersebut terdiri dari hakim pengadilan tingkat pertama dan hakim pengadilan tingkat banding. Namun, Hatta menyatakan, tidak banyak hakim dari tingkat pertama yang mendapatkan promosi untuk naik ke tingkat banding. "Berarti tingkat pertama kan makin berkurang. Lalu, tidak semua hakim yang sudah ditatar, boleh langsung bertugas di ibu kota provinsi, karena pangkatnya belum memungkinkan. Itulah problemnya," kata Hatta.

MA setidaknya harus menyiapkan 2.000 hakim secara khusus menangani korupsi untuk ditempatkan di seluruh pengadilan negeri (PN) di Indonesia.

Meski demikian, Hatta menegaskan, kekurangan hakim untuk ditempatkan di Pengadilan Tipikor tidak berarti pengadilan tersebut tidak dapat langsung beroperasi setelah UU Pengadilan Tipikor disahkan. "Saya kira tidak berarti pelaksaan UU Tipikor harus menunggu MA. Kalau UU berkata begitu (segera dilaksanakan), maka tidak perlu harus menunggu MA. Artinya bisa langsung dilaksanakan. Tidak ada istilah menunggu."

Terkait dengan pembengkakan anggaran jika Pengadilan Tipikor dibentuk di setiap provinsi, Hatta menyatakan, MA tidak memperkirakan akan terjadi pembengkakan anggaran untuk operasional karena keberadaan pengadilan di ibu kota provinsi. "MA tidak terlalu begitu merasakan (beban anggaran) karena bersidang di ibu kota provinsi. Yang jelas, kami akan segera menyiapkan sumber daya manusia karena sudah jadi perintah UU," ujarnya.

Pembentukan pengadilan Tipikor di 33 provinsi dinilai pemborosan keuangan negara hingga Rp65,88 miliar. Sementara jika hanya di lima region, biaya yang dikeluarkan negara untuk Pengadilan Tipikor hanya Rp12,12 miliar. Sementara dalam merekrut hakim ad hoc (nonkarier), Hatta sebelumnya mengaku kesulitan melakukan perekrutan karena ketidakjelasan kriteria, kualifikasi dan syarat untuk menjadi hakim ad hoc.

"Untuk menyediakan hakim ad hoc, kita agak sulit merekrut, mencarinya sulit. Kualifikasi dan pengalamannya bagaimana. Saya tidak tahu," katanya.

Sebelumnya, perekrutan hakim ad hoc melibatkan MA, ada unsur pemerintah dan perguruan tinggi. "Tapi sekarang saya tidak tahu. Mencari hakim ad hoc lebih susah. Kualifikasinya bagaimana," [by : M. Yamin Panca Setia]

Sumber: Jurnal Nasional, 30 September 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan