MA: Revisi UU KY agar Dilakukan secara Integral
Perlu Sinkronisasi Semua UU agar Tak Simpang Siur
Revisi Undang-Undang Komisi Yudisial sebaiknya dilakukan secara integral dengan UU lain di bidang kekuasaan kehakiman. Hal tersebut perlu dilakukan untuk menghindari kesimpangsiuran dan ketidakcocokan ketentuan di antara delapan UU yang kini ada di bidang kekuasaan kehakiman.
Pernyataan itu diungkapkan Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan, Rabu (27/9), seusai Rapat Konsultasi MA dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung MA, Jakarta.
Agenda pokok rapat konsultasi selama tiga jam itu antara lain membahas putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan pembatalan pasal pengawasan dari UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (KY) beberapa waktu lalu. Rapat berlangsung secara tertutup.
Menurut Bagir, revisi UU KY sebaiknya tidak dilakukan secara sepotong-sepotong. Revisi UU tersebut hendaknya dilakukan dalam satu paket dengan revisi seluruh UU di bidang kekuasaan kehakiman, termasuk UU No 5/2004 tentang Mahkamah Agung. Kita kerjakan secara komprehensif sehingga tidak ada simpang siur satu sama lain. Jangan sepotong-potong, nanti ada ketidakcocokan lagi, ujar Bagir.
Menurut Bagir, MA saat ini mengkaji hal-hal yang perlu disinkronkan dari delapan UU tentang kekuasaan kehakiman. Untuk itu, MA telah menugasi sejumlah hakim agung dan Ikatan Hakim Indonesia untuk melakukan kajian secara mendalam.
Ditanya apakah MA meminta penegasan tentang pengawasan di wilayah teknis yudisial, Bagir menyatakan, Mesti, mesti. Artinya, semua hal yang timbul akibat kesimpangsiuran harus kita atur sebaik-baiknya.
Sebelumnya, keinginan yang sama diungkapkan KY. Bahkan, KY telah mengajukan hasil sinkronisasi dan harmonisasi UU KY dengan UU lainnya, yaitu UU Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Militer, dan Peradilan Agama. Hasil sinkronisasi itu dibuat berbentuk draf revisi UU KY ke Komisi III DPR.
Di DPR sendiri sejumlah anggota Komisi III memandang perlu pembahasan revisi UU di bidang kehakiman dalam satu paket secara sekaligus.
Peningkatan anggaran
Selain revisi UU KY, Rapat Konsultasi MA dengan Komisi III DPR juga membahas kemungkinan penambahan anggaran untuk MA. Dalam kesempatan tersebut, MA meminta Komisi III agar dapat memperjuangkan peningkatan anggaran tahunan untuk MA.
Pada tahun 2006 MA mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp 2,1 triliun, padahal MA mengajukan anggaran sebesar Rp 5,5 triliun. Kami tahu, tidak mungkinlah dipenuhi sekaligus Rp 5,5 triliun. Tetapi, anggaran untuk MA haruslah progresif naik-naik sehingga berangsur-angsur masalah anggaran pengadilan bisa diatasi, kata Bagir.
Lebih lanjut ia menjelaskan, MA membutuhkan lebih banyak anggaran untuk pembangunan lembaga-lembaga pengadilan baru di sejumlah kabupaten yang baru terbentuk, hasil pemekaran wilayah. Selain itu, banyak gedung pengadilan yang sudah harus direhabilitasi karena banyak yang dibangun tahun 1982 (ana)
Sumber: Kompas, 28 September 2006