M.A. Rachman Ingin Diganti Orang Dalam [13/07/04]
Jaksa Agung M.A. Rachman ngotot agar jabatan jaksa agung mendatang tetap diisi dari lingkungan dalam Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagaimana jabatan Kapolri dan Panglima TNI. Hal ini diperlukan mengingat kemampuan dan profesionalime tugas jaksa hanya dapat dikuasai orang dalam Kejagung.
Orang masuk kejaksaan itu kan ingin jabatan tertinggi (di Kejagung). Sebab, hanya orang dalamlah yang tahu seluk-beluk profesionalime kejaksaan, kata Rachman kepada pers seusai acara pembukaan pekan olahraga dalam rangka Hari Bakti Adhyaksa 2004 di kompleks gedung Kejagung, Jalan Hasanuddin, Jakarta, kemarin
Rachman menyatakan demikian menanggapi banyaknya desakan dari kalangan LSM yang meminta pemerintah dalam RUU Kejaksaan memberikan ruang kepada jaksa nonkarir untuk posisi jaksa agung.
Keberadaan jaksa nonkarir ini bukan tidak ada ceritanya. Di era Habibie ada Andi Ghalib yang berasal dari militer, lantas di era Gus Dur berturut Marzuki Darusman, Baharuddin Lopa, dan Marsilam Simanjuntak.
Menurut Rachman, jaksa agung dari luar itu tidak tepat karena jaksa agung mempunyai wewenang menjatuhkan hukuman kepada orang-orang tertinggi. Untuk itu, diperlukan profesionalisme. Sedangkan yang memahami seluk-beluk kejaksaan agung adalah orang kejaksaan itu sendiri.
Sebagai jaksa agung, saya tetap menghendaki figur jaksa agung itu dari dalam, ujar jaksa kelahiran Sumenep, Jawa Timur, ini.
Menjawab pertanyaan wartawan apakah dirinya siap jika tidak terpilih kembali, Rachman menjawab urusan terpilih atau tidak itu ada di tangan Allah. Saya berprinsip Allah itu akan memberikan yang terbaik buat umatnya, katanya sambil tersenyum.
Seperti diketahui, dalam penyusunan draf RUU Kejaksaan dan mendekati penyusunan kabinet pasca pilpres, di kalangan praktisi dan pengamat hukum muncul dua pendapat soal jabatan jaksa agung dalam rangka reformasi di tubuh kejaksaan.
Satu pihak menghendaki agar orang luar alias nonkarir yang punya kapabilitas bisa diangkat menjadi jaksa agung. Tapi, suara lain meminta hanya jaksa karir yang bisa menduduki posisi puncak di Gedung Bundar.
Perbedaan pemikiran itu tampaknya terus mencuat dalam pembahasan RUU Kejaksaan. Hingga rapat tim perumus di sebuah hotel di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat lalu (9/7), perbedaan itu dikabarkan terus mencuat. Seorang anggota tim yang dihubungi wartawan membenarkan bahwa beda pendapat pengisian jaksa agung dari karir atau nonkarir terus terjadi. Kata sumber yang anggota DPR itu, pembahasan masalah ini masih deadlock.
Menurut sumber tadi, siapa yang berhak menduduki kursi jaksa agung merupakan salah satu masalah yang mencuat. Masalah lain adalah keberadaan sekretariat jenderal Kejaksaan Agung, tenaga ahli bagi jaksa agung, dan persetujuan DPR atas pengangkatan seorang jaksa agung.
Sebagian masalah yang deadlock akan dipending sementara untuk dibawa ke dalam rapat kerja dengan menteri kehakiman. Rapat itu direncanakan berlangsung pekan depan. (agm)
Sumber: Jawa Pos, 13 Juli 2004