MA Memvonis Mantan Bupati 11 Tahun Penjara
Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman penjara 11 tahun kepada Tengku Azmun Jafaar, mantan Bupati Pelalawan, Provinsi Riau. Mahkamah menyatakan Azmun terbukti secara bersama-sama bersalah dalam kasus korupsi penerbitan izin pemanfaatan hutan.
Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Nurhadi mengatakan majelis kasasi membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Setelah itu, majelis kasasi mengadili kembali kasus Azmun. "Mengadili sendiri dan menjatuhkan pidana penjara 11 tahun," kata Nurhadi saat membacakan petikan putusan kemarin.
Majelis kasasi yang dipimpin Djoko Sarwoko juga mewajibkan Azmun membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan penjara. Dia juga harus membayar uang penganti Rp 11,367 miliar dalam kasus yang merugikan negara sekitar Rp 1,2 triliun ini.
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis Azmun 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Azmun juga dihukum membayar uang penganti Rp 12,367 miliar. Azmun dinilai bersalah karena menerbitkan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu/hutan tanaman untuk 15 perusahaan yang tak memenuhi syarat.
Azmun lantas mengajukan banding. Namun, Pengadilan Tinggi malah memperberat hukuman menjadi 16 tahun penjara. Azmun pun menempuh jalur kasasi.
Kuasa hukum Azmun, S.F. Marbun, mempertanyakan hukuman 11 tahun penjara atas kliennya. Dengan hukuman seberat itu, "Apakah Tengku Azmun sudah diperlakukan secara adil?" kata Marbun melalui telepon. "Jangan sampai ada politik kambing hitam." Marbun pun berencana mengajukan peninjauan kembali atas putusan Mahkamah. "Kami akan berdisukusi dulu dengan klien," kata dia.
Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan akan menelusuri peran mantan Gubernur Riau Rusli Zainal dalam kasus tersebut. "Kami akan pelajari, apakah terlibat secara pidana atau tidak," ujar Direktur Penuntutan KPK Fery Wibisono.
Di Pengadilan Pidana Korupsi, Azmun mengklaim pemberian izin itu atas perintah Rusli. Selain menyeret Azmun, KPK menetapkan tiga pejabat Dinas Kehutanan Provinsi Riau sebagai tersangka. Mereka adalah Asrar Rahman, Syuhada Tasman, dan Burhanuddin Husin.
Aktivis lingkungan di Riau menyambut baik putusan Mahkamah Agung. "Meski tak sehebat putusan Pengadilan Tinggi, putusan ini telah memenuhi rasa keadilan," kata Koordinator Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan Riau Susanto Kurniawan. SUTARTO | CHETA NILAWATY | JUPERNALIS SAMOSIR | JAJANG
Sumber: Koran Tempo, 4 Agustus 2009
--------------------
MA Diskon Hukuman Bupati Pelalawan
Terpidana Korupsi Hasil Hutan
Mahkamah Agung (MA) memberi diskon hukuman lima tahun bagi Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jafaar yang tersandung kasus korupsi izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan hutan tanaman (IUPHHK-HT). Dengan putusan itu, Azmun yang dinilai turut mengakibatkan kerusakan hutan di Pelalawan tersebut masih harus menjalani hukuman sebelas tahun penjara.
Diskon hukuman tersebut diputus dalam sidang kasasi yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Djoko Sarwoko kemarin (3/8). ''Putusan kasasi itu juga membatalkan putusan PT DKI dan mengembalikan ke putusan Pengadilan Tipikor,'' jelas Kepala Humas MA Nurhadi kemarin. Dalam putusan banding, Azmun diganjar hukuman 16 tahun penjara.
Di pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Tipikor), selain pidana badan, Azmun dibebani membayar uang pengganti Rp 12,3 miliar. Bila uang itu tidak dibayar, hukuman dia diperpanjang empat tahun.
Putusan tersebut juga mewajibkan Azmun membayar denda Rp 500 juta. Kalau tak sanggup melunasi, tahanannya diperpanjang enam bulan. ''Putusan ini baru sebatas amar. Pertimbangannya segera kami sampaikan,'' jelas Nurhadi.
Sebelumnya, sidang di Pengadilan Tipikor yang diketuai Hakim Kresna Menon menyatakan Azmun bersalah karena terbukti bersama Kepala Dinas Kehutanan Pelalawan Bambang Puji Suroto dan Tengku Zuhelmi menerbitkan IUPHHK-HT kepada perusahaan yang memiliki kedekatan dengan bupati.
Dalam sidang, Azmun terbukti memerintah sejumlah koleganya untuk mencari dan membuat perusahaan yang mau menerbitkan IUPHHK-HT. Belakangan, terungkap bahwa Azmun menerbitkan pula izin pemanfaatan hutan tersebut untuk kakak kandungnya, Tengku Lukman Jaafar.
Azmun juga terungkap menerima keuntungan dari perusahaan yang memanfaatkan hutan tanaman dan kayu hutan. Sejauh ini, kerugian negara akibat ulah Azmun tersebut merupakan yang terbesar di antara kasus korupsi kepala daerah yang ditangani KPK, yakni Rp 1,2 triliun.
Bagaimana reaksi KPK atas putusan kasasi itu? Direktur Penuntutan KPK Ferry Wibisono belum bisa berkomentar banyak. ''Kami pelajari dulu bagaimana putusan (kasasi) itu,'' ujarnya. (git/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 4 Agustus 2009