MA Diminta Batalkan SK Hakim

Menurut juru bicara Mahkamah Agung, hakim itu belum ditunjuk.

Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Mahkamah Agung membatalkan surat keputusan pengangkatan sembilan hakim yang akan menggantikan enam hakim karier Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). ICW menilai penunjukan sembilan hakim baru tersebut bermasalah karena tidak memenuhi kaidah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Sampai saat ini, ICW tidak pernah menemukan pengumuman resmi dari Ketua MA, baik melalui media cetak maupun elektronik, seperti yang diwajibkan oleh Pasal 56 Undang-Undang KPK," kata Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho dalam siaran pers kemarin.

ICW mengutip penjelasan pasal 56 undang-undang itu, yang menyebutkan bahwa pemilihan calon hakim yang akan ditetapkan dan yang akan diusulkan kepada Presiden untuk menjadi hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi harus dilakukan secara transparan dan partisipatif. Salah satunya lewat pengumuman melalui media cetak maupun elektronik untuk mendapatkan tanggapan masyarakat atas para calon hakim tersebut.

Berdasarkan surat keputusan Mahkamah Agung pada 18 Maret 2009, sembilan hakim baru yang akan menggantikan enam hakim karier Tipikor adalah Tjokorda Rai Suamba, Reno Listowo, F.X. Jiwo Santoso, Herdi Agusten, Syarifuddin Umar, Jupriyadi, Subachran, Nani Indrawati, dan Panusunan Harahap. Enam hakim yang diganti, masing-masing Gusrizal, Kresna Menon, Sutiono, Teguh Haryanto, Moefri, dan Martini Mardja I. Gusrizal dipromosikan menjadi Ketua Pengadilan Negeri Bogor, Kresna Menon Ketua PN Bandung, Sutiono Wakil Ketua PN Sumedang, Teguh Haryanto Wakil Ketua PN Tulungagung, Moefri Wakil Ketua PN Sampit, dan Martini Mardja I. Wakil Ketua PN Kayu Agung.

Menurut ICW, seleksi sembilan hakim tersebut dilakukan secara tertutup dan hanya menerima usulan secara terbatas. Karena proses seleksi tidak dilakukan dengan membuka pengumuman dan ruang publik untuk pemasukan, dapat diartikan proses seleksi dan pengangkatan sembilan hakim itu cacat hukum. "Sehingga harus dibatalkan," ujar Emerson.

Tak hanya itu. ICW juga ragu terhadap integritas sembilan hakim tersebut karena rekam jejak beberapa dari mereka yang pernah memutus bebas terdakwa kasus tindak pidana korupsi saat bertugas sebagai hakim di pengadilan negeri. "Dari penelusuran yang dilakukan ICW, enam dari sembilan hakim yang telah ditunjuk oleh MA pernah membebaskan terdakwa kasus korupsi," ujar Emerson.

Salah satunya adalah hakim Panusunan Harahap dan Reno Listowo, yang pernah membebaskan kasus korupsi di TVRI senilai Rp 5,2 miliar dengan terdakwa mantan Direktur TVRI Sumita Tobing. Jiwo Santoso pernah menjatuhkan vonis bebas dalam kasus korupsi Koperasi Tirtayani Utama Yogyakarta dengan terdakwa Amelia Yani. Saat menjadi hakim Pengadilan Negeri Blora, Subachran memvonis bebas empat pemimpin Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Blora dalam kasus korupsi dana purnabakti Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2003 senilai Rp 1,4 miliar.

"Mereka baru dipindahkan saja, belum ditunjuk. SK-nya baru berpindah tugas saja di Jakarta, belum ditunjuk. Nanti, kalau diangkat sebagai hakim karier Tipikor, ada SK-nya lagi," kata juru bicara Mahkamah Agung, Hatta Ali, kemarin. Menurut Hatta, soal belum diumumkannya hasil seleksi hakim karier ini karena MA masih melakukan pengujian integritas.

Mengenai pertanyaan soal integritas hakim yang membebaskan terdakwa korupsi, Hatta menegaskan, itu tidak ada hubungannya. Menurut Hatta, seorang hakim harus mengeluarkan putusan sesuai dengan fakta. "Kalau pada faktanya ternyata harus bebas, dia harus bebas," ujar Hatta. CHETA NILAWATY

Rotasi Hakim Pengadilan Tipikor

6 Hakim yang Diganti
Gusrizal
Kresna Menon
Sutiono
Teguh Haryanto
Moefri
Martini Mardja I.

9 Hakim Pengganti
Tjokorda Rai Suamba
Reno Listowo
F.X. Jiwo Santoso
Herdi Agusten
Syarifuddin Umar
Jupriyadi
Subachran
Nani Indrawati
Panusunan Harahap

Sumber: Koran Tempo, 13 April 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan