MA Defensif, Mafia Peradilan Merajalela
Bagir Manan dinilai gagal memimpin Mahkamah Agung (MA) jika ukuran keberhasilan kepemimpinan adalah pemberantasan mafia peradilan (judicial corruption). Menurut anggota Komisi I DPR Mahfud M.D., bukannya menindak pelaku, para pimpinan lembaga peradilan tertinggi tersebut justru bersikap defensif, bahkan membantah tudingan adanya mafia peradilan.
Sikap seperti itu sama dengan sikap pimpinan MA sebelum reformasi. Mereka selalu minta bukti dan saksi, padahal itu sulit dipenuhi karena mafia peradilan dilakukan secara canggih dan sulit melacak jejaknya, ujarnya dalam diskusi bertajuk Evaluasi Kepemimpinan MA; Benarkah Tidak Ada Mafia Peradilan? di Hotel Millennium kemarin.
Sebagai ketua MA, lanjut mantan menteri pertahanan itu, Bagir justru pernah dikaitkan dengan kasus penyuapan hakim agung yang dilakukan pengacara pengusaha Probosutedjo, Harini Wijoso, dengan bekerja sama dengan karyawan MA Sudi Ahmad dan Pono Waluyo. Kasus mafia peradilan terbukti masih terjadi di bawah kepemimpinan Bagir, ujar Mahfud.
Ditambahkan, kondisi tersebut diperparah dengan dikabulkannya judicial review UU No 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (KY) yang diajukan oleh 30 hakim agung. Kewenangan pengawasan hakim oleh KY yang dianulir Mahkamah Konstitusi menjadikan MA semakin sulit diawasi.
Selain tidak diberi ruang oleh UUD yang membuat DPR tidak bisa menginvestigasi MA, sudah menjadi rahasia umum bahwa beberapa anggota DPR, terutama komisi III, justru menjalin hubungan dekat dengan MA berdasar kepentingan masing-masing.
Lewat jalur legislasi, revisi tiga UU -UU KY, UU MA, dan UU MK- yang dilakukan untuk mengisi kekosongan hukum pascaputusan MK juga bukan perkara mudah. Targetnya 10 Oktober 2007selesai, tapi itu pun baru di DPR. Perjalanan masih panjang, ungkapnya, lantas menambahkan sampai saat ini DPR belum ditemukan formula pengawasan hakim oleh KY tanpa meminggirkan peran pengawasan internal MA.
Pembicara lain, pakar hukum dari Universitas Airlangga J.E. Sahetapy, mengungkapkan sikap MA pada masa kepemimpinan Bagir Manan aneh. Penolakan keras Bagir terhadap pengawasan KY dan juga rencana pemberian penghargaan bagi hakim tidak sepantasnya. Para hakim agung di AS jarang sekali memberikan komentar, mereka dianggap legal saint. Apa yang dilakukan Bagir justru menunjukkan sikapnya sebagai diktaktor yudisial, ujarnya.
Menurut staf Litbang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ronny Maulana Ibrahim, MA bukannya tidak bertindak untuk mereformasi diri. Bersama-sama lembaga lainya, termasuk Departemen Keuangan dan BPK, MA telah melakukan reformasi birokrasi. MA sudah mereformasi diri, tapi kecepatannya lambat, ujarnya. (ein)
Sumber: Jawa Pos, 7 September 2007