MA dan Kejaksaan Agung Sepakat Simpelkan Teknis Peradilan

Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan dan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh kemarin bertemu untuk membahas proses teknis peradilan. Pembahasan soal teknis ini perlu dilakukan untuk membantu kelancaran proses penegakan hukum. Kami mencoba mencari jalan tanpa melanggar hukum dan tanpa terkesan campur tangan dalam mengefektifkan penegakan hukum, kata Bagir seusai pertemuan dengan Jaksa Agung di Jakarta kemarin.

Pertemuan kedua pemimpin lembaga penegakan hukum itu, kata Bagir, dimaksudkan untuk mencari solusi agar proses persidangan tidak terkendala oleh hal-hal yang diatur dalam KUHAP. KUHAP, menurut dia, memang menciptakan dinding-dinding bagi aparat penegakan hukum, karenanya harus dicari jalan keluar tanpa harus melanggar hukum. Proses penahanan, misalnya, ada pemikiran agar hak tersangka tidak dilanggar, kata dia.

Pertemuan itu, menurut Bagir, juga membahas kemungkinan hakim memberi pertimbangan bagi jaksa dalam menyusun dakwaan sebelum diajukan ke persidangan. Pertimbangannya, kata dia, sebab KUHAP tidak memungkinkan ini terjadi. Menurut dia, Indonesia mempunyai penegakan hukum secara mandiri, tapi di sisi lain hal ini sekaligus merupakan satu sistem.

Menindaklanjuti hal ini, kedua belah pihak akan membentuk tim teknis untuk mempercepat proses penegakan hukum itu. Tim ini, menurut Bagir, akan mengiventarisasi permasalahan teknis yang menghambat kerja kedua pihak dan berupaya memperbaikinya. Dari pihak MA, tim teknis akan diketuai Direktur Hukum dan Peradilan Suparno, sedangkan kejaksaan belum menunjuk wakilnya. Saya akan tunjuk beberapa staf, kata Jaksa Agung Abdul Rahman.

Pertemuan itu, kata Abdul Rahman, juga mengantisipasi agar narapidana yang hendak dieksekusi tidak kabur. Seperti kasus Sudjiono Timan atau buron lainnya, ujarnya.

Dalam hal kasus yang hendak dieksekusi, kata dia, dirinya dan Ketua MA menyepakati MA akan mengirim terlebih dulu petikan putusan perkara ke kejaksaan agar jaksa bisa mengeksekusi sejak perkaranya diputus. Jadi ada beberapa hal yang mesti diubah dan perlu dikoordinasikan dengan daerah-daerah, ucapnya.

Beberapa waktu lalu, kejaksaan sesungguhnya sempat mendesak agar pemerintah merevisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sebab, sekitar 70 persen isinya yang masih berlaku dianggap melindungi para tersangka dan sisanya bagi saksi. Saya cermati 70 persen isi KUHAP berpihak kepada tersangka, kata R.J. Soehandoyo, juru bicara Kejaksaan Agung.

Isi kitab itu, menurut dia, menimbulkan banyak penafsiran dan memberi ruang bagi tersangka untuk bisa lolos dari jerat penegakan hukum. Seperti tidak adanya perlindungan bagi saksi, tidak adanya penahanan saat seseorang ditetapkan sebagai tersangka sehingga bisa kabur dari hukuman, adanya bolak-balik pelimpahan berkas, dan praperadilan yang bisa diajukan para terdakwa dan tersangka. Kejaksaan juga tidak bisa menahan seseorang yang divonis bersalah oleh pengadilan. Posisi jaksa yang tak bisa memaksa berakibat banyak terdakwa melarikan diri, kata dia. edy can

Sumber: Koran Tempo, 19 Februari 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan