MA Bantah Lelet dalam Kasus Sudjiono Timan

Mahkamah Agung membantah tudingan Kejaksaan Agung bahwa mereka lambat dalam menyerahkan extravonis perkara yang melibatkan mantan Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia Sudjiono Timan. Extravonis itu telah disampaikan oleh MA enam jam setelah MA menjatuhkan vonis hukuman penjara 15 tahun untuk Sudjiono Timan.

Hal itu disampaikan Kepala Sub-Direktorat Kasasi Pidana Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricard kepada wartawan di ruang kerjanya di Jakarta, Selasa (21/12). Zarof membantah penjelasan Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung RJ Soehandojo yang menuding MA lelet dalam menurunkan putusan MA kepada kejaksaan sehingga sebelum kejaksaan mengeksekusi, terdakwa sudah kabur (Majalah Tempo edisi 26 Desember 2004).

Kami membantah kalau dikatakan lelet. Putusan itu diucapkan pukul 14.00, lalu kami segera kerjakan dan pukul 18.30 sudah diterima oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Saat itu extravonis diterima oleh Sutadji, salah satu panitera pidana di PN Jakarta Selatan. Extravonis itu kami kirim lewat kurir, bukan lewat pos. Di dalam surat pengantar extravonis tersebut, MA juga sudah menegaskan bahwa PN harus langsung memberitahukan kepada jaksa penuntut umumnya, kata Zarof.

Berlandaskan kesepakatan antara Ketua MA dan Jaksa Agung, lanjut Zarof, extravonis sudah bisa dijadikan sebagai dasar untuk melakukan eksekusi. Bahkan, kesepakatan tersebut telah diperkuat dengan surat Jaksa Agung Nomor B-019/A/04/2004 tertanggal 20 April 2004, yang ditandatangani oleh Jaksa Agung MA Rachman.

Di dalam surat Jaksa Agung yang ditujukan kepada seluruh kepala kejaksaan tinggi di Indonesia itu secara tegas disebutkan, penuntut umum dapat melakukan eksekusi atas putusan tersebut, cukup dengan diterimanya halaman terakhir putusan yang memuat diktum putusan (extravonis).

Zarof melanjutkan, MA telah berupaya secara maksimal untuk mempercepat proses turunnya putusan MA tersebut. Ini merupakan terobosan yang dilakukan oleh MA agar tidak terjadi proses penundaan eksekusi kepada terdakwa yang telah dijatuhi vonis oleh MA. Hal ini juga untuk mengantisipasi kaburnya terdakwa.

Mengenai usulan agar MA mengeluarkan perintah penahanan terhadap terdakwa yang menunggu kasasi MA, Zarof mengatakan bahwa hal itu tidak bisa dilakukan MA karena berlandaskan Pasal 244 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), MA tidak bisa mengeluarkan perintah penahanan terhadap terdakwa yang dinyatakan bebas oleh pengadilan di tingkat bawahnya. (VIN)

Sumber: Kompas, 22 Desember 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan