Lusa DPR Panggil Kapolri, Dicecar soal Rekening Gemuk

Polri Terima 835 Laporan Transaksi Mencurigakan

Tengara adanya rekening gemuk milik sejumlah perwira tinggi di jajaran kepolisian membuat kalangan DPR penasaran. Lusa (27/7) para wakil rakyat itu akan memanggil Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri untuk dicecar pertanyaan seputar rekening mencurigakan tersebut.

"Agendanya Selasa siang (27/7). Nanti setelah PPATK langsung Kapolri," ujar Wakil Ketua Komisi III DPR Tjatur Sapto Edy kemarin (24/7). Kapolri akan diundang sebagai orang nomor satu di tubuh kepolisian. "Kami juga minta jajaran di bawahnya yang terkait ikut serta," katanya.

Menurut dia, banyak hal yang akan dipertanyakan kepada Kapolri seputar rekening gendut itu. Apabila ditemukan kejanggalan, DPR siap menindaklanjutinya. "Tentu setelah ada klarifikasi dari Kapolri, akan kami tindak lanjuti," jelasnya.

Anggota Komisi III Nasir Djamil berharap Kapolri mau terbuka pada pertemuan Selasa itu. "Kami berharap buka saja semuanya kepada kami. Toh, kami ini institusi resmi," kata politikus PKS itu.

Nasir menilai kasus rekening itu akan menjadi batu sandungan Kapolri hingga pensiun jika tidak tuntas. "Kami juga minta PPATK menjelaskan ada apa sebenarnya," katanya.

Sebelumnya Jumat lalu (23/7) di DPR, Kapolri Bambang Hendarso Danuri menegaskan bahwa soal rekening sudah selesai dan final. Pihak lain di luar kepolisian diminta meng­hormati proses internal yang sudah dilakukan.

Di bagian lain, anggota Komisi Kepolisian Nasional Novel Ali berharap Polri bisa meredam kecurigaan masyarakat dengan melakukan transparansi. "Kalau itu dilakukan, prestasi-prestasi Polri tidak akan tertutupi," katanya.

Novel menilai Kapolri tidak akan melindungi anggotanya yang bersalah. "Publik perlu diyakinkan kalau memang tidak ada masalah. Kalau hanya retorika, kecurigaan pada polisi akan semakin berkembang," katanya.

Polri menerima 835 laporan rekening berisi transaksi mencurigakan dari PPATK. 23 di antaranya milik anggota Polri. Lalu 17 di antara 23 rekening itu dinyatakan wajar dan sudah terklarifikasi. Sisanya, belum bisa diproses 2 laporan, 1 laporan meninggal dunia, 1 laporan mengikuti pilkada, dan dua lainnya masuk dalam proses hukum. (rdl/c2/kum)
Sumber: Jawa Pos, 25 Juli 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan