LSM Tolak RUU RN; Ini Perlawanan Balik dari Koruptor
Sebanyak 10 lembaga swadaya masyarakat akan menggalang dukungan sejuta tanda tangan untuk menolak Rancangan Undang-Undang tentang Rahasia Negara yang sudah di tangan DPR.
Mereka juga mendesak DPR untuk menolak RUU itu, yang dianggap menghambat demokratisasi dan penyelesaian berbagai kasus pelanggaran HAM.
Demikian pernyataan bersama Kontras, ISAI, Visi Anak Bangsa, Pacivis, Propatria, The Ridep Institut, ICW, YLBHI, dan Imparsial, Kamis (28/9). Mereka menilai RUU Rahasia Negara (RN) bertentangan dengan semangat reformasi, terutama reformasi birokrasi, sehingga memacetkan upaya pemberantasan korupsi. Seharusnya, DPR mendahulukan RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP).
RUU Rahasia Negara ini akan membuat koruptor lepas, tak bisa diseret ke meja hijau. Apalagi jika data-datanya tidak bisa diakses publik. kata Stanley dari ISAI.
Ketua YLBHI Patra M Zen menambahkan, selama ini rahasia negara sebenarnya sudah diatur di KUHP. Dalam RUU itu, klasifikasi rahasia negara saja tidak jelas. Negara lain mengatur rahasia negara agar tak jatuh ke pihak asing, tetapi pemerintah kita malah mengatur rahasia negara agar tak diketahui warganya sendiri, kata Patra.
Koordinator Kontras Usman Hamid mengatakan RUU Rahasia Negara hanya melindungi pejabat negara dan sama sekali tak melindungi masyarakat. RUU Rahasia Negara ini memperkuat de facto absennya tanggung jawab negara atas rakyat, katanya.
Secara terpisah, praktisi hukum Todung Mulya Lubis menilai RUU Rahasia Negara membahayakan dan kontraproduktif terhadap upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah maupun masyarakat.
Ini semacam gerakan perlawanan balik (retaliasi) dari pemerintahan sendiri. Tanpa disadari, mereka berkolaborasi dengan kelompok yang selama ini menikmati hasil korupsi. Presiden Yudhoyono harus tegas dan berani menarik RUU itu, ujar Todung, Rabu lalu di Jakarta.
Namun, Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan Djalil menolak kekhawatiran, RUU Rahasia Negara akan menghambat upaya pemberantasan korupsi. Keterbukaan yang diusung RUU KMIP sekalipun tetap harus mengandung prinsip adanya kerahasiaan, yang harus diatur dalam aturan UU tersendiri, ujarnya.
Tidak perlu khawatir aturan itu dipakai untuk menutupi pelanggaran hukum, termasuk korupsi. Aturan rahasia negara justru untuk menjamin kepentingan negara untuk hal-hal yang memang harus dirahasiakan, ujar Sofyan. (SIE/DWA)
Sumber: Kompas, 29 September 2006