LP Tak Buat Jera

Lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan di Indonesia dinilai gagal memberikan efek jera dan mencegah pengulangan tindak kriminalitas. Orang di dalam penjara ternyata justru bisa menjadi otak sebuah tindak kejahatan.

Penilaian itu dikatakan pengajar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Hasrul Halili, Senin (22/11), saat dihubungi dari Jakarta. ”Empat fungsi pemidanaan adalah memberi efek jera, menegaskan perbuatan yang dilakukan adalah kriminal, mencegah pengulangan tindak kriminal, dan memberi balasan setimpal. Namun, empat fungsi pemidanaan itu tidak jalan di sini,” katanya.

Ia dimintai tanggapan tentang perlunya menjadikan keluarnya terdakwa perkara korupsi dan pemberian keterangan palsu Gayus HP Tambunan dari Rumah Tahanan (Rutan) Brimob sebagai momentum menertibkan lembaga pemasyarakatan (LP) dan rutan (Kompas, 22/11).

Ia mencontohkan kasus Gayus Tambunan yang menyuap Kepala Cabang Rutan Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, untuk keluar dari penjara. Hal itu dilakukan ketika yang bersangkutan tengah menjalani proses persidangan. Masih pada tahun yang sama (awal Januari 2010), masyarakat juga dikejutkan dengan penemuan fasilitas mewah untuk terpidana kasus penyuapan Artalyta Suryani alias Ayin di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur.

”Jarak antara kasus Ayin dan Gayus ini tidak lama. Itu membuat kita berpikir, apa yang dilakukan oleh Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum saat itu hanyalah show of force. Tidak ada gebrakan yang dilakukan pascakasus Ayin. Setelah kasus Gayus, baru mereka bicara standard operational procedure,” ujarnya.

Sebenarnya, katanya, kasus di LP dan rutan adalah persoalan klasik yang sudah lama diketahui publik. Yang mengherankan, tidak pernah ada penyelesaian terhadap kasus itu. Hal ini membuat kepercayaan kepada aparat penegak hukum, baik polisi, jaksa, hakim, maupun petugas penjara, kian meredup.

Menurut dia, masyarakat sudah waktunya menagih Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar agar memberikan akses kepada masyarakat untuk mengawasi penjara.

”Sebenarnya ada lalu lintas yang intens dalam penjara, misalnya narapidana yang keluar dan masuk lagi atau yang masih melakukan tindak pidana meski dalam penjara,” katanya.

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Jakarta, Andi Hamzah pun mengakui, sistem pemenjaraan di Indonesia memang buruk. Jumlah tahanan di rutan induk atau LP induk melampaui kapasitas. Pengelolaan penjara pun sulit dikontrol.

”Sistem pemenjaraan tak benar,” kata Andi. Tahanan kejaksaan, misalnya, tetap bisa di rutan kepolisian. (ana/fer/ink)
Sumber: Kompas, 23 November 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan