Libatkan BI dan Polri Tangani BLBI; Kejagung Buat SKB Usut Kejahatan Perbankan

Para petinggi hukum negeri ini semakin serius membongkar kembali skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang diduga merugikan negara puluhan triliun rupiah. Kini, tak hanya Kejaksaan Agung yang menyelidiki dugaan mark up sejumlah obligor dalam melunasi utang BLBI. Kepolisian dan Bank Indonesia akan disertakan.

Ketiga lembaga hukum itu telah mengeluarkan SKB (Surat Keputusan Bersama) untuk kerjasama memberantas kejahatan perbankan. SKB yang diteken Jaksa Agung Hendarman Supanji, Kapolri Jenderal Sutanto, dan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah tersebut akan menjadi tonggak penting untuk meningkatkan pengejaran terhadap penjahat perbankan.

SKB itu kemarin disosialisasikan dalam acara bertopik Peningkatan Efektivitas Kerja Sama Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perbankan. Dalam acara tersebut, hadir seluruh Kapolda, Kajati, dan kepala BI di daerah.

Hendarman menegaskan, kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) akan menjadi salah satu prioritas utama. Kita melihat kasus yang menimbulkan kerugian besar bagi negara. Ada tiga kasus yang difokuskan, yaitu penyerahan aset senilai Rp 52,5 triliun, penyerahan aset Rp 42 triliun, dan adanya rasa ketidakadilan putusan pengadilan di mana satu dihukum dan yang lain tidak dihukum, jelasnya.

Dalam dua kasus besar itu, Kejagung melakukan berbagai penyelidikan. Artinya, apakah penyerahan aset yang dinyatakan Rp 52,5 triliun itu ternyata dinyatakan oleh tim penilai (appraisal) nilainya tidak seperti itu, ungkapnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kejagung menyebut salah satu skandal BLBI yang diselidiki itu adalah pengembalian aset obligor yang ditangani oleh PT Holdiko. Kejagung memang tidak menyebut langsung nama Grup Salim, tapi PT Holdiko adalah perusahaan yang mengelola aset Grup Salim yang akan diserahkan ke BPPN. Grup Salim mempunyai utang BLBI senilai Rp 52,5 triliun. Berdasarkan hasil audit Lehman Brothers, aset yang diserahkan Salim mencapai nilai Rp 52,5 trilun. Grup Salim pun mendapat SKL (Surat Keterangan Lunas).

Namun, dari audit dari PriceWaterhouse Cooper (PwC), nilainya kurang dari Rp 52,5 triliun. Begitu juga dari audit BPK, hasil penjaualan aset Salim yang diterima negara kurang dari jumlah kewajiban BLBI. Itulah yang menjadi alasan Kejagung untuk melakukan penyelidikan.

Menurut Hendarman, Kejagung kini tengah melakukan penyelidikan. Apakah perbuatan tersebut merupakan suatu tindak pidana atau merugikan keuangan negara, namun bukan perbuatan melawan hukum. Itu yang sedang dilakukan penilaian tingkatnya sejauh mana. Tingkatnya sekarang baru mendengar saksi-saksi.

Dalam tiga bulan ke depan, Kejaksaan Agung akan menentukan perbuatan yang terjadi adalah tindak pidana atau perdata. Langkah ketiga yang sedang disusun adalah peninjauan kembali (PK). Kemudian, ada kerugian negara yang tidak dikembalikan kepada negara sehingga akan dinilai PK-nya. Yaitu, bukti baru, penafsiran keliru dari majelis, dan keputusan yang saling bertentangan. Apakah ketiga faktor yang ditentukan dalam Pasal 253 KUHP ini terpenuhi? Apabila terpenuhi, akan melakukan PK, paparnya.

Dia mencontohkan, umpamanya, pengawas BI melihat ada pelanggaran UU Perbankan, namun penyidik belum melihat karena masih harus mengumpulkan alat bukti. Demikian juga jika kalangan perbankan dan polisi sudah melihat serta alat bukti cepat, namun jaksa melihat pertanggungjawabannya belum terpenuhi.

Jadi, sebelum meningkatkan ke penyidikan (tersangka), harus ada persepsi sama antara keterangan saksi ahli, penyidik, maupun penuntut umum sehingga bisa disebut sebagai tersangka. Menghukum seseorang harus ada kesalahan, jelasnya.

Kapolri Jenderal Sutanto mengatakan bahwa SKB telah ditandatangani beberapa hari lalu. Itu (SKB) dimaksudkan untuk menjamin kelancaran penegakan hukum bila ada tindak pidana perbankan. Proses penegakan hukum jangan sampai mengganggu kelancaran kinerja perbankan, justru mendorong semakin sehat dan meningkat serta memberikan efek jera terhadap para pelaku. Ini akan mendorong kepercayaan bagi perbankan dan semakin memberikan efek positif di negeri ini, terangnya.

Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah mengemukakan bahwa yang penting dalam acara kemarin adalah kepastian hukum. Kepastian hukum memberikan kenyamanan bagi pelaku bisnis, perbankan, dan investor yang masuk ke Indonesia. Karena itu, acara hari ini adalah untuk menegaskan komitmen para pihak untuk bersama-sama dalam menyelesaikan masalah perekonomian dan kerangka hukum tadi, paparnya.

Yang kedua, lanjut Burhanuddin, adalah tumbuhnya kesadaran akan pentingnya koordinasi dan komunikasi antarlembaga yang bekerja sama. Komunikasi pada akhirnya dirumuskan pada petunjuk teknis yang akan dilaksanakan secara serentak oleh seluruh jajaran ketiga instansi.

Acara ini adalah pembuka proses sosialisasi berkelanjutan yang dilaksanakan ketiga instansi. Dan ini merupakan langkah strategis agar pemahaman hukum menjadi kesepakatan bersama, khususnya kompleksitas perbankan dan perekonomian, terangnya. (iw)

Sumber: Jawa Pos, 31 Juli 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan