Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Panitia Seleksi Harus Lebih Aktif

Lembaga ini tidak sementereng KPK.

Panitia seleksi anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) diminta lebih aktif dalam menjaring para calon. Tidak bisa cuma nongkrong, panitia harus aktif menganalisis dan memetakan calon, ujar anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Eva Kusuma Sundari, ketika dihubungi kemarin.

Seperti yang diberitakan, hingga hari keempat pendaftaran anggota LPSK, yakni 21 September lalu, jumlah pendaftar baru 13 orang. Padahal panitia seleksi harus menyerahkan 21 nama kepada Presiden. Kemudian Presiden menyetor 14 nama ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk disaring menjadi 7 nama.

Menurut Eva, sejumlah lembaga swadaya masyarakat sudah mulai aktif mendekati calon potensial. Namun, Eva menyatakan upaya ini belum maksimal. Sebab, tidak ada upaya dari pihak birokrat, yakni Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia serta panitia seleksi.

Akan lebih efektif jika Menkumham membuat upaya bersifat kelembagaan agar deadline terpenuhi. Jika tidak, pasti molor dari jadwal yang tercantum dalam undang-undang, kata mantan anggota panitia Rancangan Undang-Undang Perlindungan Saksi yang juga politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.

Hal senada juga disampaikan anggota komisi hukum dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Almuzammil Yusuf. Menurut dia, panitia seleksi harus lebih gencar berkampanye menjelaskan urgensi LPSK. Banyak (anggota) masyarakat yang tidak tahu. LPSK kan lembaga baru yang belum populer, ujarnya.

Padahal, kata Almuzammil, lembaga ini sangat penting karena yang akan dilindungi adalah para saksi dan korban dari kasus besar, seperti korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, dan narkoba.

Selain itu, Almuzammil meminta panitia seleksi tidak membatasi diri pada publikasi formal. Panitia seleksi, kata Almuzammil, harus aktif mendekati lembaga-lembaga seperti kampus, LSM, organisasi massa, dan mengirim undangan langsung untuk kandidat potensial.

Adapun anggota panitia seleksi LPSK, Teten Masduki, tidak mempermasalahkan sepinya pendaftar calon anggota lembaga ini. Sejak awal kami sudah membayangkan akan sepi peminat, katanya.

Menurut Teten, hal ini terjadi karena lembaga tersebut tidak sementereng Komisi Pemberantasan Korupsi atau Komisi Pemilihan Umum. Lembaga ini, katanya, lebih bersifat mengayomi. Hanya orang-orang yang mau bekerja keraslah yang ingin bergabung dengan LPSK, ujarnya.

Namun, Teten mengaku panitia seleksi terus berusaha proaktif mendekati kandidat-kandidat ideal. Terutama, kata dia, lembaga yang memperjuangkan hak asasi manusia serta perlindungan perempuan dan anak. Sebab, merekalah yang paling bersentuhan dengan LPSK, kata Koordinator Indonesia Corruption Watch ini.

Meski begitu, Teten mengatakan panitia seleksi tidak akan memaksa masyarakat mendaftar. Menurut dia, panitia bukan mengejar jumlah, melainkan kualitas. Kalau sudah ada calon berkualitas, kami pasti akan berfokus menyeleksi sehingga biaya juga tidak menggelembung, katanya. SHINTA EKA P

Sumber: Koran Tempo, 24 September 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan