Lembaga Donor Aceh-Nias Tekankan Perlunya Dibangun Akuntabilitas
Lembaga donor dan lembaga internasional menekankan perlunya dibangun akuntabilitas pelaksana pembangunan Aceh dan Nias. Hal itu diwujudkan melalui kesepakatan kerja sama antara Transparency International Indonesia dengan lembaga donor dan lembaga internasional untuk menerapkan transparansi dan akuntabilitas yang ditandatangani pada Rabu (8/11) di Medan.
Masih terkait prinsip transparansi dan akuntabilitas, kesepakatan akan digunakan untuk mengawasi dan memastikan bantuan lembaga donor benar-benar tepat sasaran. Out Reach Officer Multi Donor Fund (MDF) Geumala Yatim mengakui, penyalahgunaan dana dan wewenang seseorang sering ditemui dalam pembangunan Aceh dan Nias.
Di beberapa daerah kami menjumpai ada indikasi penyimpangan dana donor, meskipun masih di bawah 5 persen. Penyelewengan tidak hanya dilakukan pemda setempat, tetapi juga dilakukan masyarakat, kata Geumala.
Saat ini, MDF mengelola dana sebesar Rp 530 juta dollar AS yang berasal dari kemitraan dengan 13 negara donor dan dua bank, yaitu Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB). Dana itu merupakan hibah murni untuk mendanai 17 proyek di Aceh dan Nias.
Kendati dijumpai sejumlah penyelewengan, Geumala meyakinkan, mitra donor kemungkinan besar tidak akan menghentikan bantuannya karena alasan kemanusiaan. Sampai saat ini, negara donor masih bisa memberikan toleransi mengingat keadaan di Aceh dan Nias setelah bencana yang membutuhkan bantuan. Kecil kemungkinan bantuan itu dihentikan, ujarnya.
Staf Ahli Bidang Pemerintahan dan Integritas BRR Kevin Evans mengatakan, yang terpenting untuk menjaga keyakinan pendonor adalah mengurangi potensi korupsi. Berbagai mekanisme akan dibentuk untuk menuju pada keterbukaan dalam sistem dan kebijakan yang berlaku.
Harus diperjelas mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak agar tidak terjadi kesalahpahaman yang bisa dimanfaatkan orang lain. Jika ada tahapan yang kurang jelas, hal itu bisa mendorong terjadinya pungutan liar oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, kata Evans. (fro)
Sumber: Kompas, 9 November 2006