Lembaga Antikorupsi Protes Pagar DPR
Kalau mau aman, bikin saja tembok seperti penjara.
Lembaga antikorupsi Indonesian Corruption Watch memprotes pembangunan pagar belakang gedung MPR/DPR. Pagar yang dibangun dengan anggaran Rp 3,186 miliar itu dinilai memboroskan uang negara.
Selain itu, ketika pagar ditinggikan, Dewan semakin jauh dengan rakyat, kata Ibrahim Fahmi, Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch, ketika dihubungi kemarin di Jakarta.
Sebelumnya, parlemen telah menghabiskan dana Rp 1,914 miliar untuk membangun pagar setinggi 4 meter dan panjang 523 meter di depan gedung. Tahun ini Dewan berencana melengkapinya di bagian belakang. Pagar belakang ini lebih panjang, 708 meter, dengan tinggi yang sama. Biayanya diperkirakan mencapai Rp 4,5 juta per meter persegi.
Anggaran itu, menurut Fahmi, sebenarnya bisa dialihkan untuk hal-hal yang lebih berguna. Dia tak sepakat jika pagar itu dibangun dengan alasan keamanan. Kalau faktor keamanan yang menjadi alasan, lebih baik Dewan menambah personel keamanan, tuturnya.
Sekretaris Jenderal Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Sebastian Salang mendukung pendapat Fahmi. Menurut dia, parlemen harus menjelaskan alasan sesungguhnya pembangunan pagar itu.
Apakah Dewan semakin menutup diri? Apakah pagar itu bentuk ketakutan Dewan terhadap rakyat? Kalau mau aman, bikin saja tembok seperti penjara, kata Sebastian menyarankan.
Sebastian juga menyoroti transparansi pelaksanaan pembangunan pagar. Seharusnya, kata dia, Dewan memakai tender terbuka sehingga bisa diketahui perusahaan mana saja yang ikut serta anggaran yang dihabiskan. Jangan sampai timbul kecurigaan dari masyarakat.
Kepala Biro Pemeliharaan Bangunan dan Instalasi DPR Subijanto Sudardjo menyatakan, pembangunan pagar depan telah ditenderkan secara terbuka. Ada 38 perusahaan yang mendaftar tender. Keluar sebagai pemenang tender adalah PT Irma Graha Pratama. Sedangkan untuk tender pagar belakang rencananya akan dilakukan setelah usul anggaran disetujui pemerintah.
Wakil Sekretaris Jenderal DPR I Gusti Ayu Darsini mengakui alasan keamanan sebagai faktor utama pembangunan pagar. Rencana pembangunannya pun sudah lama. Tepatnya sejak terjadinya ledakan bom di gedung parlemen pada 14 Juli 2003. Pembangunan itu untuk melindungi anggota Dewan.
Adapun anggota Dewan dari Fraksi Kebangkitan Bangsa, Abdullah Azwar Anas, berpendapat berbeda. Menurut dia, anggota Dewan tak perlu proteksi berlebihan.
Namun, Azwar meminta masyarakat yang menyampaikan aspirasi tetap menjaga ketertiban. Demonstran kita memang kuat-kuat, pagar saja sampai roboh.
Sedangkan Jazuli Juwaini dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menyatakan, pembangunan pagar membuat gedung Dewan terlihat seram dan sangar. Keamanan itu memang perlu tapi yang wajar dari sisi biaya, logis, dan enak dilihat. Tidak terlalu tinggi seperti sekarang, ujarnya. PRAMONO
Sumber: Koran Tempo, 3 Januari 2006