Legalkan Korupsi, Sutiyoso Diminta Cabut Pergub Gaji DPRD

Aliansi Peduli Kota (Sita) -- gabungan sejumlah LSM, antara lain Seknas Fitra, ICW, LBH Jakarta, Formappi, TII, dan MTI -- menyesalkan keluarnya Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 114/2005. Pergub itu dinilai melegalkan korupsi. Penghasilan anggota DPRD DKI jadi berlipat ganda.

Pergub ini membuat penghasilan anggota DPRD DKI membengkak sangat besar, karena adanya insentif khusus, ungkap Hermawanto dari LBH Jakarta dalam jumpa pers di Kantor LBH, Jalan Diponegoro, Jakarta, Rabu (21/12/2005).

Parahnya, insentif tersebut tidak diiringi mekanisme pengawasan. Padahal dengan berlakunya Pergub itu, besarnya penghasilan anggota DPRD DKI untuk pimpinan berkisar Rp 57 juta-Rp 59 juta. Sementara bagi anggota antara Rp 51 juta-Rp 52 juta.

Penghasilan ini belum termasuk perjalanan dinas dalam dan luar kota, luar negeri, biaya akomodasi dan konsultasi dan biaya staf khusus, kata Hermawanto.

Pergub itu sendiri berisi tentang anggaran belanja Provinsi DKI Jakarta yang disahkan pada 4 Oktober 2005 lalu.

Dituturkan Hermawanto, ada sejumlah permasalahan dalam Pergub tersebut. Pertama, secara hirarki perundangan, Pergub 114/2005 melebihi kewenangan. Karena berdasarkan UU Nomor 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, seharusnya Pergub sifatnya mengatur ke dalam atau internal eksekutif. Pergub biasanya dipakai untuk penjabaran Perda dan penjabaran APBD.

Tetapi Pergub yang merupakan turunan langsung PP 24/2004 ini mengatur eksternal keuangan DPRD DKI. Ini berarti di luar kewenangan, tegasnya.

Kedua, Pergub 114/2005 merupakan pelegalan terjadinya korupsi karena dalam PP 24/2004 yang telah diubah menjadi PP 37/2005 tidak satu pun pasal yang menyebutkan adanya intensif khusus, atau uang lelah bagi anggota DPRD. Sementara dalam pasal 8, 9, 18, dan 20 Pergub ini menyatakan, pimpinan dan anggota DPRD diberikan insentif khusus.

Besarnya insentif khusus untuk ketua Rp 2 juta, wakil ketua Rp 1,75 juta dan anggota Rp 1,5 juta untuk setiap kali melakukan kegiatan. Pergub juga mengatur bahwa untuk kegiatan komisi dapat dilakukan paling banyak 30 kali. Ini berarti penghasilan pimpinan DPRD kemungkinan bertambah sebesar Rp 60 juta setiap bulannya.

Ketiga, pengaturan mengenai perumahan anggota DPRD DKI yang tertuang dalam Pergub ini merupakan bentuk pemborosan anggaran. Sebab Pergub mengatur pemberian tunjangan perumahan per bulan sebesar Rp 20 juta untuk ketua dan Rp 15 juta untuk anggota. Itu berarti penghasilan anggota DPRD DKI sangat tidak memenuhi prinisp keadilan dan kepatutan anggaran seperti yang dinyatakan dalam pasal 3 UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Untuk itu Sita mendesak pihak berwenang mengusut tuntas dugaan korupsi ini dan menindak tegas pihak yang terlihat, meminta DPRD DKI mengembalikan segala bentuk penghasilan yang bertentangan dengan PP Nomor 24/2004 sebagaimana diubah dalam PP 37/2005, termasuk di dalamnya tunjangan perumahan anggota.

Selain itu, Sita juga mendesak Gubernur DKI Jakarta mencabut Pergub tersebut dan meminta Depdagri mempertegas PP 37/2005.(umi)

Machhendra Setyo Atmaja - detikcom

Sumber: Detik.com, 22 Desember 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan