Legalitas Kesaksian Auditor BPKP
KEWENANGAN staf Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selaku saksi ahli ataupun pendamping saksi ahli dalam sidang tindak pidana korupsi sering dipertanyakan oleh penasihat hukum terdakwa, dengan selalu menyatakan bahwa yang berwenang adalah staf Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Walaupun sejatinya penasihat hukum sudah tahu bahwa yang dipertanyakan itu tidak memengaruhi vonis hakim atas tuntutan jaksa.
Pertanyaannya adalah apakah BPKP berwenang menghitung kerugian keuangan negara? Dalam Pasal 2 UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara memang disebutkan BPK melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan atas tanggung jawab keuangan negara.
Hal itu juga dicantumkan dalam Pasal 6 UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK yang menyebutkan BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, BI, BUMN, BMUD, BLU, serta lembaga dan badan lain yang mengelola keuangan negara.
Yang dimaksud dengan keuangan negara diperjelas melalui Pasal 1 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Pengertian Keuangan Negara dan penjelasan Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor. Dari dua UU itu dapat disimpulkan bahwa keuangan negara tidak semata-mata berbentuk uang tetapi termasuk segala hak dan kewajiban yang dapat diukur dengan nilai uang. Pengertian keuangan negara juga luas meliputi keuangan negara dari APBN, APBD, BUMN, atau BUMD, yang hakikatnya adalah seluruh harta kekayaan negara sebagai suatu sistem keuangan.
Mengenai pengertian kerugian negara, UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tidak memberikan rumusan jelas. Pasal 32 hanya menjelaskan bahwa kerugian keuangan negara adalah kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan temuan instansi berwenang atau akuntan publik. Namun Pasal 1 Ayat 22 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa kerugian negara/ daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang pasti jumlahnya akibat perbuatan melawan hukum, baik sengaja maupun lalai.
Ada Permintaan
Dari perspektif regulasi tersebut, kerugian keuangan negara disebabkan perbuatan melawan hukum atau tindakan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana karena jabatan atau kedudukan dan hal itu dilakukan dengan perbuatan memperkaya diri, orang lain, atau korporasi.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan sebagai lembaga nondepartemen dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 103 Tahun 2001 dan diperbaharui dengan Perpres Nomor 64 tahun 2005. Dalam regulasi baru itu, Pasal 52 menyebutkan bahwa BPKP bertugas di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan perundang-undangan.
Secara gramatikal salah satu fungsi BPKP adalah menginvestigasi adanya indikasi penyimpangan yang merugikan negara pada BUMN dan badan lain yang di dalamnya terdapat kepentingan pemerintah, termasuk membantu pemeriksaan terhadap instansi penyidik dan instansi lainnya.
Fungsi itu dipertegas lagi dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 6 UU itu menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan instansi yang berwenang dalam pemberantasan tipikor, termasuk BPKP, BPK, Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara, serta inspektorat pada departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen.
Mendasarkan pada Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, BPKP juga melakukan kerja sama yang dengan instansi penyidik, baik dari KPK, kejaksaan, maupun kepolisian. Jadi, BPKP bisa membantu penyidik mengungkap kasus korupsi dengan cara mengaudit investigatif ataupun menghitung kerugian keuangan negara.
Kegiatan itu harus diawali adanya permintaan dari penyidik kejaksaan atau kepolisian dilanjutkan gelar kasus untuk mengetahui adanya penyimpangan ketentuan atas kasus tersebut, serta ditindaklanjuti surat penugasan untuk tim auditor. Kesalahan dalam memberikan dan menunjukkan bukti di sidang pengadilan berakibat kasus yang diajukan ditolak atau tersangka dibebaskan dari segala tuduhan. (10)
Budi Harjo, auditor BPKP Jawa Tengah Bidang Investigasi
Tulisan ini disalin dari Suara Merdeka, 4 April 2011