Lebih Dekat dengan Dua Calon Pimpinan KPK

Bambang Lebih Senang Naik Ojek

Bambang Widjojanto dan Busyro Muqoddas bukanlah nama baru dalam bidang penegakan hukum di Indonesia. Sepak terjang mereka tak diragukan lagi. Tapi, siapa yang lebih layak memimpin KPK?

BAMBANG Widjojanto dikenal cukup telaten dalam membangun kelompok masyarakat sipil, khususnya yang bergerak di bidang antikorupsi, reformasi hukum, pengawasan pemilu, dan good governance. Setidaknya, itu dia lakukan secara lebih intensif sejak 2001.

Pada periode yang sama, BW (singkatan akrab Bambang Widjojanto) membantu beberapa lembaga negara maupun lembaga nonstruktural lain. Misalnya, Bappenas, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, KPK, Komisi Yudisial, Komisi Nasional Kebijakan Governance, Kejaksaan Agung, dan BUMN. Selain berkarir di bidang hukum, BW merupakan dosen di Fakultas Hukum Universitas Trisakti.

Dia juga dikenal lewat kiprahnya sebagai ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Papua, kemudian Jakarta. Di ibu kota negara tersebut, dia menggantikan Adnan Buyung Nasution menjadi Dewan Pengurus Yayasan LBH Indonesia sejak 1995-2000. Total, sudah puluhan tahun Bambang berkecimpung di dunia hukum tanah air.

Soal jodoh, pria kelahiran 18 Oktober 1950 itu, tampaknya, tidak bisa jauh dari dunia hukum. Istrinya, Sari Dewi Widjojanto, dulu adalah seorang aktivis LSM di Kaimana, Papua. Bambang bertemu dengan jodohnya itu ketika bertugas di LBH Papua. Kebetulan, kakek istrinya seorang pejuang. "Pokoknya, kakeknya seorang pejuang, ekstremis lah," ungkap Bambang ketika ditemui di Apartemen Citywalk, Jakarta Selatan, Senin lalu (30/8).

Setelah menikah dengan Bambang, Sari tidak otomatis berhenti total dari kegiatan aktivis. Dia memang tidak lagi aktif di LSM, tapi lebih memfokuskan diri pada pendidikan anak-anak mereka. Dari situlah istri Bambang aktif dalam komisi sekolah. "Jadi, aktivisme sekarang berurusan dengan sekolah, dengan ikut komisi sekolah. Sekaligus bisa ngontrol anak," ujar ayah empat anak itu.

Kala senggang, peraih gelar doktor dari Fakultas Hukum Universitas Padjajaran tersebut memilih berolahraga. Saat ini dia menekuni tenis. Dia menggunakan jasa pelatih agar permainannya terkontrol dengan baik. Olahraga tersebut dia lakukan Sabtu dan Minggu. "Tapi, gara-gara kesibukan yang luar biasa akhir-akhir ini, sudah dua bulan saya nggak berlatih," ujar dia.

Sebelum menekuni tenis, Bambang gemar berolahraga tenis meja kala santai. Biasanya, yang menjadi lawan bermain adalah sang istri. Selain tenis meja, Bambang suka bermain badminton.

Ada satu lagi kebiasaan Bambang yang cukup menarik. Sebagai tokoh masyarakat, Bambang, yang bisa dibilang termasuk kalangan berada, justru memilih kendaraan umum sebagai alat transportasi dari rumah ke kantor. Pria yang tinggal di Depok itu lebih suka berganti-ganti alat transportasi umum daripada menggunakan kendaraan pribadi untuk menuju kantor di kawasan Sudirman, Jakarta Selatan. Dia mengawali harinya dengan naik ojek dari rumahnya ke stasiun. Dari stasiun, pendiri Indonesia Corruption Watch (ICW) itu kembali naik ojek hingga kantornya.

"Saya tinggal di kampung. Nggak enak kalau naik mobil. Itu juga bukti komitmen saya untuk memberantas kemacetan di Jakarta. Caranya, ya naik kendaraan umum," imbuhnya.

Soal uji kelayakan (fit and proper test) di DPR yang sebentar lagi berlangsung, Bambang menyatakan telah siap. Meski tidak berpengalaman mengikuti tes di hadapan anggota dewan, dia tetap optimistis. "Memang belum pernah. Jadi, anggap itu menambah pengalaman. DPR jangan diasosiasikan sebagai sesuatu yang menakutkan," papar dia.

Selain itu, Bambang mengatakan siap jika tidak terpilih. Dia menegaskan, dirinya maupun pesaingnya, Busyro, bukan para pencari kerja (job seeker). "Saya ataupun Pak Busyro punya pekerjaan tetap. Kalau memang tidak terpilih, ya saya kembali jadi lawyer dan mengajar di kampus," tegas dia. (ken/c11/kum)
--------------
Busyro Tak Suka Olahraga Golf
MUHAMMAD Busyro Muqoddas juga dikenal sebagai sosok yang sederhana. Pria kelahiran 17 Juli 1952 itu tumbuh dalam keluarga yang agamis. Ayahnya merupakan pegawai Departemen Agama dan ibunya adalah guru agama Islam di Madrasah Mu'allimat Muhammadiyah, Jogjakarta.

Tidak heran, sejak kecil hingga remaja, Busyro bersekolah di madrasah. Bahkan, pria 58 tahun tersebut kemudian menjadi pengurus Muhammadiyah, mulai tingkat ranting hingga tingkat pusat.

''Sejak SD sampai SMA sekolahnya di Muhammadiyah. Jadi, ya aktif di situ,'' kata Busyro ketika ditemui di kantornya, Gedung KY (Komisi Yudisial), kawasan Kramat Raya, Jakarta Pusat, kemarin (31/8).

Buah pun jatuh tidak jauh dari pohonnya. Istri dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia itu juga seorang guru sosiologi di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Jogjakarta. Salah seorang anaknya juga tengah bersekolah di MAN. ''Kalau soal itu (anak), memang keinginan dia sendiri sekolah di MAN,'' ujar ayah tiga anak tersebut.

Soal aktivitas di kala senggang, Busyro menghabiskan waktu dengan membaca atau berolahraga. Olahraga yang dia pilih adalah berlari di atas treadmill minimal seminggu tiga kali. ''Kalau sedang di Jakarta, saya rajin treadmill. Tapi, kalau pas pulang ke Jogja, saya suka joging atau bersepeda ke desa-desa,'' ungkapnya.

Menurut dia, aktivitas bersepeda tersebut bisa mengasah rasa kemanusiaannya. Dalam perjalanan saat bersepeda, Busyro kerap bertemu rekan-rekannya semasa kuliah. Dia pun menyaksikan ragam kehidupan para kawan lamanya itu.

''Saya bisa melihat teman saya yang kehidupannya kurang beruntung tapi masih bisa bahagia. Jadi, ukuran bahagia itu benar-benar tidak dari materi,'' tegasnya.

Karena itu pula, dia mengaku kurang suka tinggal di ibu kota. Apalagi menyaksikan bangunan apartemen yang menjulang tinggi. Bagi dia, bangunan-bangunan tersebut mencerminkan sisi keangkuhan manusia. ''Kalau lihat apartemen tinggi -tinggi itu, kelihatan angkuh, tidak ada pelajaran kemanusiaannya. Saya memang tidak suka hal-hal yang berbau elitis,'' ungkapnya.

Ketika ditanya soal olahraga elite seperti golf, Busyro berterus terang mengaku tidak pernah bermain golf. Bahkan, memegang stik golf pun tidak pernah. ''Saya cuma pernah lihat stik golf itu kalau lagi jalan-jalan di kawasan Jalan Surabaya. Kan banyak itu dijual stik golf bekas dan saya nggak cocok sama olahraga elite begitu,'' urainya.

Soal terpilih tidaknya dirinya sebagai pimpinan KPK, Busyro pun menegaskan bahwa dirinya siap tidak terpilih. Dia menyatakan akan kembali ke kampus jika tidak terpilih.

Dia mengaku sangat menikmati kegiatan mengajar. Bahkan, dia berencana mengajarkan pengetahuan hukum dasar kepada para jurnalis yang berminat. ''Ini sudah pernah ada programnya (pelatihan ilmu hukum untuk jurnalis). Kalau peminatnya banyak, ayo kita adakan lagi secara kontinu. Saya senang bisa ngajar temen-temen wartawan,'' imbuhnya. (ken/c5/kum)

Sumber: Jawa Pos, 1 September 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan