Lawan Korupsi Lewat Seni

Seni bukan hanya indah untuk dinikmati tetapi seni juga dapat mengubah cara pandang seseorang untuk melihat suatu permasalahan. Bukan hanya sedap dipandang untuk dinikmati tetapi juga memiliki pesan moral yang dalam. Gerakan antikorupsi, untuk menyampaikan pesan moral antikorupsi tidak hanya disampaikan melalui demonstrasi di jalan. Namun dapat disajikan melalui karya seni yang memiliki pesan keadilan dan harapan untuk bangsa Indonesia. Upaya inilah yang dilakukan oleh banyak seniman melalui gambar gravity, mural (lukis dinding), karikatur, musik serta keindahan seni budaya.

Staf Kampanye Indonesia Corruption Watch (ICW) Sigit Wijaya, ICW memiliki beberapa upaya kampanye pendidikan antikorupsi melalui karya seni seperti desain grafis, videografi, musik dan media lainnya. karya-karya tersebut dipublikasikan melalui website, sosial media (sosmed), dan  ada beberapa yang di produksi menjadi berbagai macam merchadice yang dujual sebagai bentuk penggalangan dana. Sebagai desainer grafis ICW jaya begitu nama akrabnya, menpunyai tanggapan terkait gerakan antikorupsi melalui seni, khususnya seni gambar.


* Apa saja jenis seni yang selama ini banyak digunakan sebagai wadah gerakan antikorupsi?


Ada dua jenis karya seni, yaitu seni murni yang biasanya bersifat personal, sedangkan seni terapan diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Para seniman banyak menciptakan karya untuk mengungkapkan kegelisahan permasalahan yang terjadi di negara ini termasuk permasalahan korupsi di Indonesia. Mulai dari seni teater, musik, kesenian daerah, mural, karikatur dan masih banyak lagi. Karya seni akan berkembang seiringnya berjalanya waktu dan tak terbatas hanya pada satu media.


*Kendala-kendala apa yang ditemui dalam penyampaian pesan antikorupsi melalui seni?

Perbedaan budaya tiap daerah menjadi permasalahan dalam cara penyampaian pesan lewat seni oleh karena itu terkadang harus disesuaikan dengan daerahnya. Misalnya, menyampaikan isu korupsi di Jakarta tentu akan berbeda dengan di luar Jakarta. Karenanya perlu mengetahui  karakteristik tiap daereah dan segmentasi target yang akan dituju. "Karena tidak semua jenis pesan dapat diterima oleh semua kalangan,"ujarnya.

Masalah lainya, para seniman jalanan terkurung oleh cara pandang masyarakat mengenai fungsi ruang publik untuk dapat menuangkan ide mereka. Sebab, tidak semua masyarakat setuju jika ruang publik dijadikan sebagai tempat corat-coret mural walaupun karya mereka memiliki pesan moral, pada akhirnya pesan dalam karya terpinggirkan oleh anggapan hal tersebut dapat merusak fasilitas umum. Namun, jika dilihat ruang publik  kita lebih didominasi dan dikuasai oleh spanduk dan reklame iklan yang lebih menguntungkan para pengusaha yang mencari keuntungan. Hal ini yang membuat para seniman jalanan  ingin merebut ruang publik sebagai media dan ruang berekspresi.

Batu sandungan juga terjadi pada Peraturan Daerah (Perda), ada beberapa daerah di Perdanya tidak memperbolehkan gambar (mural) menghiasi ruang publik karena dianggap merusak fasilitas umum. Alhasil, gambar yang telah dibuat biasanya tidak bertahan lama, beda dengan di negara lain yang kini mulai menghargai karya seni jalanan.

*Apakah gerakan antikorupsi melalui karya seni sudah berhasil?

Saya rasa ini hanya salah satu media saja, masih ada media advokasi lain yang bisa dipakai, karya seni hanya salah satunya. Karenanya, jika semua lapisan masyarakat ikut bergerak bersama dengan cara mereka masing-masing, gerakan antikorupsi di Indonesia bisa menjadi lebih kuat. 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan