Lativi Minta Kasusnya Dihentikan

Lativi Media Karya meminta Kejaksaan Agung mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi kredit macet stasiun televisi tersebut di Bank Mandiri.

Lativi Media Karya meminta Kejaksaan Agung mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi kredit macet stasiun televisi tersebut di Bank Mandiri. Utang telah lunas, sehingga unsur kerugian negara tidak ada lagi, ujar Ari Yusuf Amir, pengacara Lativi, saat dihubungi kemarin.

Rencananya, Ari hari ini mendatangi Kejaksaan Agung untuk menyampaikan surat pelunasan utang dan pendapat hukum--berisi permohonan SP3--dalam kasus itu. Menurut dia, utang Lativi telah dilunasi investor pada akhir Juli lalu sebesar Rp 280 miliar. Tapi Ari menolak menyebutkan nama investor itu. Sebelumnya, kata dia, Lativi telah mencicil utangnya sebesar Rp 59 miliar.

Kasus ini berawal dari kucuran kredit Bank Mandiri kepada Lativi sebesar Rp 328,5 miliar. Belakangan, kredit itu diduga bermasalah karena tidak digunakan sesuai dengan ketentuan. Walhasil, kredit itu macet selama dua tahun karena Lativi belum sanggup melunasinya. Utang Lativi pun membengkak hingga Rp 482 miliar.

Dengan pelunasan utang itu, kata Ari, kejaksaan bakal sulit membawa kasus ini ke pengadilan. Apa salahnya kejaksaan mengeluarkan surat penghentian penyidikan? Toh, itu diatur dalam hukum acara, ujarnya.

Menanggapi rencana Lativi tersebut, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Hendarman Supandji mengatakan kejaksaan akan terlebih dulu meminta pendapat Bank Mandiri sebagai kreditor. Kendati demikian, Hendarman menilai pelunasan utang Lativi tidak tepat sasaran.

Sebab, utang dilunasi pihak investor, bukan Lativi, ujarnya kepada Tempo. Karena itu, kata Hendarman, kejaksaan tetap berpegang pada Pasal 4 Undang-Undang Antikorupsi bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan dugaan pidana.

Ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, Rudy Satriyo, mengatakan pemberantasan korupsi untuk saat ini lebih mementingkan pengembalian uang negara. Karena itu, uangnya diterima saja dulu, ujarnya. Sependapat dengan Hendarman, kata Rudy, pengembalian utang tidak menghapus dugaan pidana yang disangkakan. AGOENG WIJAYA | FANNY FEBIANA

Sumber: Koran Tempo, 7 Agustus 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan