Laporan Komisi Kepolisian soal Pemberantasan Korupsi di Kepolisian Malaysia (1)

Pembengkokan Hukum Bahayakan Masyarakat dan Dunia Bisnis
Upaya memberantas korupsi di kepolisian Malaysia dilakukan secara serius. Mereka sadar bahwa untuk membuat lantai menjadi bersih, sapunya harus bersih dulu. Upaya itu dimulai dengan pembentukan Komisi Kepolisian pada 4 Februari 2004. Komisi ini bekerja keras dan setahun kemudian diterbitkanlah laporan lengkap mengenai hasil kerja komisi itu. Koran ini berhasil mendapatkan buku besar setebal tiga sentimeter itu. Berikut ikhtisar dan alih-bahasa beberapa bagian mengenai pemberantasn korupsi di kepolisian Malaysia:

1. Pendahuluan

1.1 Keberadaan dinas kepolisian yang bebas-korupsi sangatlah penting bagi bangsa. Suatu badan penegak hukum yang justru membengkokkan hukum dan menyalahgunakan kekuasaannya yang luas akanlah sangat membahayakan bagi upaya penegakan hukum dan ketertiban.

Pembengkokan hukum dan penyalahgunaan kekuasaan itu sangat bahaya dalam upaya menyejahterakan masyarakat karena akan mengakibatkan rintangan serius bagi terwujudnya keadilan.

Kondisi kepolisian yang seperti itu juga akan meruntuhkan kepercayaan masyarakat bisnis, termasuk kepercayaan investor asing.

1.2 Keprihatinan masyarakat terhadap citra dan daya guna/kinerja PDRM (Polisi Diraja Malaysia) mencapai tingkat yang serius pada 2002 dan 2003. Ini akibat persepsi masyarakat terhadap PDRM sebagai salah satu badan pemerintahan yang paling korup. Juga adaya kesan dan perasaan ketidakamanan umum di kalangan masyarakat. Ini disebabkan oleh banyaknya kejahatan kekerasan yang mencolok dan meningkatnya angka pencurian/perampasan, khususnya di Kuala Lumpur.

1.3 Tak ada satu pun dinas kepolisian yang kebal dari korupsi di dunia. Sifat tugas kepolisian yang melibatkan jajaran otoritas dan kekuasaan dengan kebebasan untuk menentukan yang begitu luas sangatlah rentan terhadap korupsi kecuali jika ada sistem pengawasan yang efektif untuk menahan petugas kepolisian yang melanggar peraturan dan prosedur.

Satuan kepolisian lain (provos/inspektorat pengawasan) telah mendapati kenyataan bahwa sistem pengawasan mereka sering sia-sia karena keakraban antara pengawas dan yang diawasi. Juga tidak memadainya jumlah jajaran pengawas.

Ketiadaan pengawasan yang efektif itu mendorong terjadinya perilaku tercela di kalangan polisi. Karena itu, bukan hanya PDRM yang harus bergulat dengan korupsi di dalam jajarannya. PDRM harus memastikan bahwa sumber-sumber daya untuk pengawasan, sistem pengoperasian, aturan, dan prosedur harus terus-menerus diperkuat untuk mengurangi kesempatan korupsi. Tujuannya adalah menjadikan korupsi suatu kegiatan usaha yang berisiko tinggi dengan penghasilan yang rendah.

1.4 Haruslah ditandaskan sejak awal bahwa kendati secara umum diakui ada banyak petugas PDRM yang melaksanakan tugas mereka dengan integritas tinggi, korupsi tetap saja melanda, dalam berbagai tingkatan, di semua jajaran dinas kepolisian.

1.5 Sudah jelas dari kasus-kasus yang dilaporkan ke komisi bahwa kelalaian yang disengaja untuk mematuhi atau memenuhi aturan-aturan kepolisian, sistem, dan prosedur yang ada acapkali membuka peluang untuk meminta suap.

Kepemimpinan yang lemah/tidak cakap atau ceroboh berarti memberikan bantuan dan dukungan kepada petugas yang korup dan pembangkang. Meningkatnya angka korupsi di kalangan kepolisian pada umumnya disebabkan oleh rendahnya kualitas petugas pengawas senior dan lemahnya penerapan sistem pengawasan.

1.6 Etika bekerja dengan baik dan semangat juang tinggi sebagai lawan yang tepat bagi praktik-praktik korup tidak akan bisa mengakar di lingkungan yang tidak memberikan imbalan pada kesempurnaan profesional.

Sangatlah penting, dalam menciptakan program-program pendidikan dan pelatihan polisi, diberikan perhatian serius pada upaya peningkatan standar-standar profesional, atribut-atribut, dan pelaksanaan etika semua anggota dinas kepolisian.

1.7 Kendati tidak yakin bahwa memberikan kenaikan gaji saja akan mengurangi korupsi, Komisi Kepolisian percaya bahwa selain memeriksa secara kritis kebutuhan pelatihan dan perkembangan kepolisian, kondisi-kondisi dinas mereka juga harus ditinjau secara teratur untuk memastikan kondisi-kondisi itu mencerminkan secara jujur tuntutan-tuntutan dan sifat dasar khusus dinas kepolisian.

1.8 Mengingat PDRM adalah penegak hukum terpenting di negara, kebutuhan untuk menjamin bahwa PDRM bekerja dengan standar-standar integritas profesional tertinggi dan berdasar hukum tidak bisa ditawar-tawar.

1.9 PDRM tidak bisa mengharapkan dukungan dan penghargaan masyarakat tanpa menunjukkan dengan jelas kemampuan dan tekad kepolisian sendiri dalam menolak praktik-praktik korupsi dalam segala manifestasinya. (bersambung)

Laporan ini diambil dari Jawa Pos yang dimuat 10 Juni 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan