Lapor KPK, ICW Duga Ada Penyimpangan

Dugaan rekening liar yang terselip dalam pembukuan Mahkamah Agung (MA) resmi dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pelapornya adalah lembaga swadaya masyarakat (LSM) Indonesia Corruption Watch (ICW).

Tidak melalui investigasi, LSM itu menyadur hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai bahan laporan. Menyadur BPK, ICW menyebut ada penyimpangan anggaran di lembaga peradilan tertinggi itu.

''Dugaan penyimpangan itu terjadi pada periode 2006 hingga 2007 selama MA dipimpin Ketua MA Bagir Manan,'' kata Koordinator Monitoring Peradilan ICW Emerson Juntho di Jakarta kemarin (3/2).

Menurut dia, penyimpangan tersebut bisa dilihat dari laporan hasil pemeriksaan BPK pada 2006 dan 2008. ICW menyatakan potensi kerugian negara mencapai Rp 21,3 miliar. Indikasi penyimpangan itu, antara lain, pelaksanaan kegiatan di MA, proyek pengadaan barang dan jasa, serta pengelolaan biaya perkara.

Emerson menuturkan, dalam pengelolaan biaya perkara, ada sejumlah biaya yang belum dipertanggungjawabkan. Laporan audit menyebutkan nilainya mencapai Rp 10,2 miliar yang berasal dari biaya perkara 2004 hingga semester I 2006 serta penerimaan negara bukan pajak dari biaya perkara. ''MA menolak audit BPK dengan alasan bukan PNBP,'' katanya.

''KPK harus segera menindaklanjuti dan memeriksa sejumlah penyimpangan itu,'' tegasnya. Sejauh ini, komisi baru memeriksa dugaan penyimpangan terkait dengan biaya perkara dan rekening liar di MA.

Merespons hal tersebut, Juru Bicara MA Djoko Sarwoko menjelaskan, MA sudah sangat kooperatif kepada siapa saja untuk menjelaskan isu rekening liar itu. Dia menegaskan, MA siap melakukan komunikasi dan menjelaskan masalah rekening liar itu kepada semua pihak, terutama KPK dan Depkeu.

Khusus dengan Depkeu, kata dia, MA sudah berkomunikasi dengan menteri keuangan. Menurut Djoko, dalam pertemuan dengan MA, Menkeu menyatakan memang rekening itu ada dananya dan digunakan sebagaimana mestinya. Menkeu menegaskan tidak masalah.

''Kami sudah berkomunikasi dengan Menkeu,'' tegasnya kemarin. Karena itu, Djoko mengaku tidak mempermasalahkan jika KPK berniat memeriksa MA. ''Kami siap diaudit atau melaporkan rekening pada MA jika KPK membutuhkan. Kami akan memberikan,'' ujarnya.

MA juga telah menyerahkan 742 data rekening dari satuan kerja-satuan kerja daerah di seluruh Indonesia. Sebanyak 742 data rekening dari satker-satker itu berasal dari PTUN, pengadilan agama, pengadilan militer, dan pengadilan umum. Dia menyatakan, 102 rekening yang dinilai liar itu sudah diteliti MA.

Datanya, tidak semua 102 rekening tersebut milik MA, tapi tersebar di pengadilan negeri dan pengadilan tinggi. Rinciannya, 100 rekening di PN dan PT. Hanya ada dua rekening yang dimiliki MA. ''Kami sudah kooperatif terkait dengan masalah rekening ini,'' tegasnya.

Dia menjelaskan, banyaknya rekening itu sesuai dengan pos biaya di pengadilan. Misalnya, ada biaya perkara, biaya eksekusi, biaya sita, uang titipan atau konsinyasi, biaya kasasi, serta biaya lain seperti biaya reproduksi salinan putusan dan biaya pembuatan surat keterangan bebas perkara pengadilan (SBPP).

Masing-masing biaya itu dibuatkan rekening sendiri. Tapi, intinya, MA akan membuat peraturan pada dua rekening saja. Yakni, rekening DIPA (daftar isian pelaksanaan anggaran) dan rekening biaya perkara.

Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Humas MA Nurhadi mengungkapkan, MA siap mengklarifikasi data dengan pihak-pihak yang menuduh ada penyimpangan di MA. ''Kalau punya data, bawa ke MA. Kita duduk bersama dan melihat data mana yang lebih benar,'' katanya.

Selain penyimpangan di MA, kemarin ICW melaporkan dugaan korupsi penggunaan E-Auction di PT Angkasa Pura I 2005-2007. Pengadaan dan pelaksanaan proyek itu diindikasikan merugikan negara Rp 7,018 miliar. ''KPK untuk mengusut tuntas indikasi korupsi di PT Angkasa Pura I,'' ujarnya. (fal/yun/iro)

Sumber: Jawa Pos, 4 Februari 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan