Laks Sebut Pertamina Penuh Mafia; Widya Diminta Memberantas [13/08/04]

Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi memiliki misi khusus dengan mengangkat Widya Purnama sebagai bos baru Pertamina. Widya, yang kini masih merangkap jabatan Dirut Indosat, ditugasi memberantas mafia di perusahaan perminyakan milik negara berlambang kuda laut itu.

Menurut Laks -sapaan akrab Laksamana Sukardi- pemerintah akan mengadakan pembersihan di Pertamina. Dia menilai Pertamina selama ini merupakan sarang praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN).

Kita semua tahu, Pertamina itu seperti apa. Jadi, saya tempatkan Widya Purnama untuk memperbaikinya. Saya juga sudah perintahkan dia untuk minta masukan dari orang dalam, siapa saja pejabat yang melakukan hal-hal aneh di perusahaan. Semua pejabat Pertamina nanti harus bebas dari praktik-praktik yang tidak benar, tegas Laks usai membuka pertemuan Federasi Serikat Pekerja BUMN di Hotel Borobudur, Jakarta, kemarin.

Laks menjelaskan, mengelola perusahaan memang membutuhkan sosok berpengalaman. Namun, kendati Widya tidak memiliki pengalaman mengelola perusahaan perminyakan, Laks yakin bos baru Pertamina itu mampu mengendalikan keuangan dan manajemen.

Widya sudah terbukti bisa memimpin perusahaan publik dengan baik. Kalau masalah teknis, di mana-mana pun tidak ada suatu keharusan. Dirut Pertamina yang dulu, Pak Martiono (Martiono Hadianto) kan orang Depkeu. Bukan orang teknis, jelasnya.

Hal-hal yang menyangkut teknis, menurut Laks, tidak ada masalah. Sebab, sebagian besar jajaran direksi Pertamina adalah orang dari dalam. Yang jelas, lanjutnya, pemerintah ingin mengubah Pertamina dari badan birokrasi menjadi perusahaan komersial yang efisien dan profit oriented.

Lantas, apakah Widya Purnama dianggap bersih? Menurut Laks, selama ini Widya dinilai masih belum tersentuh oleh mafia-mafia perminyakan. Kita berharap dengan masuknya orang baru, praktik mafia perminyakan bisa diberantas. Beri dia kesempatan melakukan pembenahan, jelasnya.

Dia mengakui, pengangkatan Widya tanpa melalui fit and proper test (uji kepatutan dan kelayakan). Namun, pengangkatan itu, katanya, sudah melalui pertimbangan matang. Kita tidak mengikuti lagi pengertian fit and proper test secara konvensional. Yang melakukan fit and proper test ya masyarakat dan pasar. Untuk mengoptimalkan kinerja perusahaan, dewan komisaris juga akan dirombak, jelasnya.

Secara terbuka Laks mengungkapkan kekecewaannya atas kinerja direksi sebelumnya. Padahal, kata dia, mengelola Pertamina pasti akan meraup untung. Sebab, di dalam menjalankan kegiatan bisnisnya, Pertamina masih mendapatkan fee dari pemerintah. Malah saya pernah berkelakar, makhluk apa pun yang menjadi presiden direktur di Pertamina pasti mampu membawa perusahaan itu untung. Karena tinggal mengelola revenue saja, Pertamina diapakan juga tetap untung, tinggal yang mengelola saja. Tapi, kok malah rugi dan manajemen tidak satu kata, urainya.

Pergantian direksi Pertamina sangat urgen. Apalagi, akhir-akhir ini, kinerja Pertamina terus merosot, kelangkaan BBM terjadi di mana-mana, tambahnya.

Laks pernah menerima data yang dirilis 30 Juli 2004 lalu oleh Tim Penanggulangan Pertambangan Tanpa Izin dan Penyalahgunaan BBM (TP3 BBM). Dalam data itu, disebutkan pada periode Februari- November 2003, Pertamina melakukan impor unleaded gasoline (produk premium) untuk memenuhi kekurangan BBM di dalam negeri sebesar 1,07 miliar liter dengan menggunakan 35 kapal tanker.

Dari 35 tanker tersebut, ternyata 21 tanker dengan muatan 638,6 juta liter mempunyai RON>91 yang seharusnya sudah masuk kategori Pertamax. Namun, kemudian dioplos menjadi premium dan dijual dengan harga Pertamax.

Selain itu, dari temuan TP3 BBM, penyimpangan yang biasanya dilakukan orang dalam Pertamina dan melibatkan perusahaan lain yakni dengan memanfaatkan delivery order (DO) asli tapi palsu (aspal). DO kosong yang seharusnya dipergunakan para agen minyak tanah yang terdaftar di Pertamina itu diisi sendiri oleh perusahaan yang telah melakukan kerja sama dengan oknum Pertamina.

Minyak tanah yang sudah masuk daftar DO yang diasalahgunakan tersebut tidak digunakan untuk memasok ke agen atau pangkalan minyak tanah yang kekurangan pasokan, tetapi dijual ke kapal-kapal asing atau ke luar negeri.

Namun, mantan Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) Bambang Nugroho membantah semua tuduhan miring itu. Diungkapkan, sah-sah saja Laksamana Sukardi mengungkapkan bahwa Pertamina selama ini dimanfaatkan mafia-mafia perminyakan. Siapa saja boleh berbicara demikian. Namun, yang pasti, manajemen yang dulu tetap komit meningkatkan performance Pertamina, tegasnya.

Bambang mencontohkan, jajaran direksi di bawah Ariffi Nawawi berupaya meningkatkan laba perusahaan. Namun, lanjut dia, untuk meningkatkan kinerja serta laba perusahaan, jajaran direksi membutuhkan waktu. Tapi, sebelum memperbaiki secara optimal, kami keburu diganti. Saya sih tidak ada masalah meski diganti. Tapi, yang kami coba lakukan untuk meningkatkan performance perusahaan jadi sia-sia, ujarnya.

Dia juga mengaku, direksi lama Pertamina dikabari lewat pesan SMS (short message service) saat hendak diganti.

Bendung Penjualan Pertamina
Sementara itu, sejumlah pengamat ekonomi dan anggota DPR khawatir Widya Purnama akan menjual Pertamina seperti menjual Indosat. Widya tidak layak menjadi Dirut Pertamina. Di tangannya ada potensi untuk menjual Pertamina. Sebab, Widya mempunyai track record yang bagus di mata Laksamana ketika sukses menjual Indosat, tegas ekonom Indef Drajad H. Wibowo kepada koran ini kemarin.

Menurut dia, jika merujuk pada UU Migas No 22 Tahun 2001, jalan untuk mendivestasi Pertamina atau anak perusahaannya sangat terbuka. Dalam UU tersebut, kata dia, kewenangan Pertamina di bisnis sektor hilir maupun hulu dipereteli.

Sehingga, bisnis di sektor hilir maupun hulu akan dihilangkan dari bisnis Pertamina. Dengan begitu, peluang untuk menjual Pertamina akan sangat terbuka, ujarnya. Meski demikian, Drajad yang kini tercatat sebagai anggota DPR periode 2004-2009 itu berjanji akan mengawasi secara ketat sepak terjang Pertamina di bawah kendali Widya.

Saya akan di DPR. Saya menantang Widya berapa tahun akan menjadikan Pertamina seperti Petronas, tegasnya.

Pernyataan serupa dilontarkan Wakil Ketua Komisi VIII DPR Agusman Effendi. Menurut dia, DPR akan mengawasi sepak terjang Widya. Kami akan segera memanggil Widya Purnama. Akan diapakan Pertamina dalam seratus hari pertama di bawah kepemimpinannya, ungkapnya kepada koran ini.

DPR tidak akan mudah memberikan persetujuan jika Pertamina nanti diprivatisasi. Sebab, kata dia, syarat privatisasi itu tidak mudah. Apalagi, Pertamina merupakan BUMN yang masuk kategori perusahaan yang diperuntukkan menopang hajat hidup rakyat.

Agusman juga meragukan proses administratif terpilihnya Widya Purnama. Sebab, dari informasi yang dia dapatkan di Kementerian BUMN, Widya ditunjuk tanpa ada proses fit and proper test. Ada yang bilang bahwa Widya sudah di fit and proper. Tapi, ada juga yang bilang belum. Jadi, di internal Kementerian BUMN terjadi perbedaan pendapat, terangnya.

Soal privatisasi Pertamina, Widya telah berjanji tidak akan menjadikan Pertamina sebagai Indosat kedua. Yaitu, perusahaan negara yang dijual ke pihak asing. Pertamina harus menjadi tulang punggung perekonomian negara, katanya. Widya juga menegaskan akan mengubah budaya kerja di Pertamina. Menurut dia, Pertamina terlalu banyak dikaitkan dengan politik.

Pergantian Dirut Garuda Masih Alot
Sementara itu, mengenai pergantian direksi PT Garuda Indonesia, Menteri BUMN Laksamana Sukardi mengaku bahwa hingga kini susunan direksi Garuda belum final. Laks -sapaan Laksamana Sukardi- mengaku cukup sulit merumuskan susunan direksi.

Saya sudah minta direksi definitif, tapi Garuda tidak mudah. Sebab, restrukturisasi utang dan persaingannya luar biasa. Jadi, kita cari figur-figur yang bisa diterima dan memiliki keahlian yang baik, katanya.

Dia mengakui, semestinya pemilihan direksi bisa dilakukan secepatnya, mengingat masa tugas direksi lama sudah selesai tahun lalu. Ya segera saja. Tapi, itu kan tidak semudah membalikkan telapak tangan, imbuhnya. Laks pun berjanji akan mengumumkan secara transparan kepada publik jika Kementerian BUMN sudah berhasil menyusun direksi perusahaan penerbangan nasional itu. (ton/yun)

Sumber: Jawa Pos, 13 Agustus 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan