Lagi, Pemeriksaan Bupati Ratna Gagal

Sudi Minta Kejaksaan Pertajam peranannya

Rencana Kejaksaan Agung memeriksa Bupati Banyuwangi Ratna Ani Lestari, tersangka kasus dugaan korupsi pembebasan lahan proyek lapangan terbang (lapter) di Banyuwangi, terhambat. Sekretaris Kabinet (Sekkab) meminta jaksa memperbaiki kasus posisi yang dilampirkan dalam permohonan pemeriksaan ke presiden.

"Izin sudah diproses, sudah dikirim ke Sekkab. Tapi, ada perbaikan tentang kasus posisinya," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Marwan Effendy kemarin (16/2). Dalam setiap pengajuan izin pemeriksaan ke presiden, penyidik harus menyertakan kasus posisi yang menyebut keterkaitan kepala daerah yang dimaksud.

Mantan kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim itu mengungkapkan, perbaikan tersebut terkait peran yang dilakukan Bupati Ratna dalam korupsi yang menyebabkan kerugian kumulatif Rp 21,23 miliar tersebut. "Jadi, harus dipertajam. Yang sebelumnya masih kurang (tajam)," terang Marwan.

Kapan surat izin memeriksa Bupati Ratna itu dikirimkan kembali ke Sekkab? Marwan tidak memberikan jawaban pasti. Tapi, menurut dia, perbaikan itu bukan sesuatu yang sulit. "Gampang itu. Segera kita kirim," tegas mantan Kapusdiklat Kejagung itu.

Dari catatan koran ini, pengajuan izin pemeriksaan terhadap orang nomor satu di Kabupaten Banyuwangi dilakukan setelah ekspose (gelar perkara) pada Selasa (13/1). Ekspose itu dihadiri perwakilan Sekkab, Depdagri, dan Kementerian Polhukam. Sesuai UU Pemda, paling lambat dalam dua bulan izin pemeriksaan akan turun.

Dalam jawaban tertulis Jaksa Agung atas pertanyaan Komisi III DPR dalam raker disebutkan, kasus yang didasari hasil pemeriksaan perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPJK) Jatim itu telah mendudukkan tujuh terdakwa ke persidangan. Mereka adalah mantan Bupati Banyuwangi Samsul Hadi, Sudjiharto (asisten pemerintah pada Sekda Kab Banyuwangi), dan Effendi (mantan kepala Desa Blimbing). Kemudian Soegeng Siswanto (camat Gambiran), Sugiharto (kepala bagian umum dan perlengkapan), Suharno (Plt kepala Kantor BPN Banyuwangi), dan Nawolo Prasetyo (mantan kepala Kantor BPN Banyuwangi).

Kasus pembebasan lahan senilai Rp 56,460 miliar itu bermula dari pembebasan tanah seluas 14 ha untuk pembangunan lapapangan terbang di Desa Blimbingsari, Banyuwangi. Namun, dalam pengadaan lahan terjadi penyimpangan. Sebab, tanah dibeli melalui perantara, sehingga harganya sangat jauh berbeda dengan harga dari pemilik. (fal/oki)

Sumber: Jawa Pos, 17 Februari 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan