Lagi, Nurdin Halid Terancam Penjara

Ketua Umum Induk Koperasi Unit Desa (Inkud) Nurdin Halid, salah seorang terdakwa kasus kepabeanan importasi beras asal Vietnam, diancam hukuman lima tahun penjara dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut), kemarin.

Bersama Nurdin yang ditetapkan sebagai terdakwa III, ada dua terdakwa lainnya, yakni Direktur Utama Inkud Kairuddin Nur (terdakwa I) dan Kepala Divisi Hutan dan Industri Perkayuan Kediri Inkud Achmad Soebadio Lamo (terdakwa II). Dua orang itu juga dikenai ancaman lima tahun penjara.

Dengan bergulirnya persidangan kasus beras Vietnam ini, berarti Nurdin menghadapi tiga dakwaan dalam waktu yang bersamaan. Seperti diberitakan, saat ini di pengadilan yang sama, Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) tersebut tengah menghadapi ancaman hukuman penjara seumur hidup dalam kasus korupsi impor gula ilegal. Proses persidangannya masih dalam tahap pemeriksaan saksi.

Sedangkan di PN Jakarta Selatan, Nurdin dituntut hukuman penjara 20 tahun dalam kasus penyalahgunaan dana pengadaan dan distribusi minyak goreng oleh Bulog senilai lebih Rp169 miliar.

Dalam persidangan kemarin, jaksa Supardi menjerat tiga terdakwa dengan Pasal 103 huruf b UU No 10/1995 tentang Kepabeanan junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebab para terdakwa secara bersama-sama telah mengeluarkan barang impor berupa 59.100 ton beras asal Vietnam dari kawasan kepabeanan atau dari penimbunan berikat tanpa persetujuan pejabat Bea Cukai.

''Hal ini dilakukan ketiga terdakwa untuk menghindari pembayaran bea masuk atau pajak dalam rangka impor (PDRI) sebesar Rp25,4 miliar,'' kata Supardi yang didampingi jaksa A Muhdor. Hingga kini, kata jaksa, ketiganya tidak memenuhi kewajiban pembayaran atas tagihan dari Kantor Pelayanan Bea dan Cukai A Khusus Tanjung Priok I Jakarta Utara.

Sidang yang dimulai pukul 11.00 WIB ini menghadirkan tiga terdakwa yang duduk berdampingan di kursi pesakitan.

Menurut Supardi, tiga terdakwa bersama-sama Jack Tanim, Manajer Pemasaran PT Hexamata Finindo dan Andi Bahdar Saleh (keduanya belum tertangkap) melakukan pelanggaran kepabeanan pada Mei 2003 hingga Mei 2004 atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain pada 2003 dan 2004 di wilayah hukum Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara.

Di Vietnam, lanjutnya, pada 21 Januari 2003, Nurdin Halid bersama Deputy General Vietnam Southern Food Coorporation (VSFC) Cao Thi Ngo Hoa menandatangani memorandum of understanding (MoU) tentang rencana impor beras Vietnam ke Indonesia sebanyak 500 ribu ton

Nurdin Halid, kemudian memberitahukan kerja sama ini kepada Direktur Utama Inkud Kairuddin Nur untuk membuat perjanjian sales and purchase contract of rice antara VSFC sebagai penjual dan Inkud sebagai pembeli.

Kerja sama
Setelah itu, Nurdin Halid, Achmad Soebadio Lamo, Jack Tanim, Andi Bahdar Saleh, ditemani Idrus Marhan bertemu dengan Dirut PT Hexatama Finindo, yakni saksi Gordianus R Setyo Lelono dan Setya Novanto (saudara kandung Gordianus) untuk membicarakan kerja sama pembiayaan impor beras dari Vietnam.

Dalam pertemuan itu disepakati, PT Hexatama Finindo bertindak sebagai penjamin letter of credit (L/C) pembiayaan impor beras yang dilakukan Inkud. Untuk itulah, Kairuddin Nur membuat surat kuasa kepada Achmad Soebadio Lamo untuk bertindak atas nama Dirut Inkud untuk melaksanakan kerja sama ini.

Pada April sampai Mei 2003, beras impor mulai dikirim dari Vietnam dengan menggunakan enam kapal sebanyak 40.450 ton beras. Selanjutnya, VSFC kembali mengirimkan beras sebanyak 19.550 ton. Sehingga, keseluruhan beras yang diimpor 60.000 ton.

Beras yang dikeluarkan dengan pemberitahuan impor barang (PIB) sebanyak 900 ton, sedangkan sisanya sebanyak 59.100 ton dikeluarkan dari wilayah kepabeanan tanpa PIB.

Beras itu kemudian dijual ke pasar bebas oleh Jack Tanim dengan harga yang telah disetujui oleh Nurdin Halid. Inkud mendapatkan keuntungan atas penjualan beras dari PT Hexatama Finindo sebesar Rp750 juta.

Atas pengeluaran beras sebanyak 59.100 ton yang dikeluarkan tanpa PIB itu, Kantor Pelayanan Bea Cukai Tipe A Tanjung Priok melakukan penagihan. Namun, hingga jatuh tempo 21 Oktober 2004, tagihan tersebut tak kunjung dilunasi Inkud.(Ray/J-4)

Sumber: Media Indonesia, 9 Juni 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan