Lacak Ulang Integritas Hakim

Mahkamah Agung (MA) diminta melacak ulang integritas seluruh hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di daerah, baik hakim ad hoc maupun karier.

Apabila dalam pelacakan ditemukan hakim yang terindikasi bermasalah dengan komitmen pemberantasan korupsi, MA harus menghentikannya memimpin persidangan.Selama ini MA dinilai belum melakukan tindakan, meskipun mayoritas publikmemintaadaevaluasiterhadap pengadilan tersebut. Ketua YayasanLembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma menyatakan, wacana pembubaran Pengadilan Tipikor harus dijawab dengan perbaikan kualitas hakim dan kelembagaan peradilan tersebut.

MA sebagai tempat bernaung hakim-hakim tersebut seharusnya segera melakukan evaluasi secara ketat. “Tracking (lacak) ulang hakimhakimnya. Ini harus dilakukan MA sebagai pemegang kekuasaan yudikatif. Jika ketemu yang bermasalah, tarik saja ke Jakarta,” ungkapnya dalam sebuah diskusi di Jakarta kemarin. Persoalan banyaknya vonis bebas terdakwa korupsi di daerah harus diselesaikan MA dan Komisi Yudisial (KY) sebagai mitra koordinasinya.Lembaga peradilan tertinggi ini mengawasi para hakim secara internal, sedangkan KY mempunyai kewajiban untuk mengawasi dari luar.

MA juga berkewajiban untuk menanamkan ideologi antikorupsi bagi para hakim Pengadilan Tipikor. Dengan demikian, para hakim mempunyai komitmen dan pandangan jelas tentang perkara korupsi yang disidangkannya.Mereka mempunyai komitmen untuk memberi efek jera, sehingga bisa melakukan pencegahan tindak pidana korupsi. ”Bisa juga MA mengeluarkan semacam surat edaran untuk para hakim agar berhati-hati mengeluarkan vonis de-ngan perspektif antikorupsi,” katanya.

Mantan hakim MA Iwan Asep Wiryawan mengatakan, MA seharusnya hanya menguatkan Pengadilan Tipikor pada lima regional yaitu Jakarta untuk Pulau Jawa, Medan untuk Pulau Sumatera,Pontianak untuk Pulau Kalimantan,Makasar untuk Pulau Sulawesi, dan Bali untuk Indonesia bagian timur. Penguatan ini lebih efektif dibandingkan membentuk Pengadilan Tipikor pada seluruh ibu kota provinsi dan kabupaten seperti yang diamanatkan UU Nomor 46/2009 tentang PengadilanTipikor.

”Hakim-hakim yang ada di Pengadilan Tipikor regional itu adalah hakim terbaik. Sementara hakim yang ada sekarang ditarik saja ke MA,” ujarnya. MA,lanjut dia,mempunyai data tentang hakim-hakim berintegritas yang bisa menjadi teladan dalam memutus perkara korupsi. Dengan demikian,mereka bisa memberi efek positif dan menciptakan iklim antikorupsi di Pengadilan Tipikor. Sementara itu, MA menegaskan akan terus mengoperasikan Pengadilan Tipikor di daerah.Pembubaran atau penghentian sementara beroperasinya Pengadilan Tipikor di daerah seperti yang diusulkan publik tidak sesuai dengan undang- undang.

”Sikap MA,Pengadilan Tipikor di daerah akan terus jalan selama UU (Pengadilan Tipikor) tidak diubah.Jadi tidak ada pembubaran,tidak ada penundaan (penghentian sementara beroperasinya Pengadilan Tipikor di daerah),”kata Ketua MA Harifin A Tumpa. Menurut dia, jika Pengadilan Tipikor di daerah dibubarkan, yang menjadi pertanyaan adalah di mana kasus korupsi akan diadili. UU Pengadilan Tipikor menyebutkan,kasus korupsi hanya diadili di Pengadilan Tipikor.

“Kalau korupsi enggak bisa diadili karena tidak ada Pengadilan Tipikor (di daerah), berapa banyak perkara korupsi yangtidakbisadiadili,”bebernya. Seperti diberitakan sebelumnya, Pengadilan Tipikor di daerah mendapat sorotan karena terlalu sering membebaskan terdakwa korupsi. Publik menilai putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor telah mencederai hati nurani rakyat. mnlatief /kholil
Sumber: Koran Sindo, 11 November 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan