KY Tuntaskan Laporan

Kabar baik bagi masyarakat yang telanjur menyampaikan laporan kepada Komisi Yudisial (KY). Meski telah menutup posko pengaduan masyarakat mulai Jumat lalu, KY menyatakan komitmennya untuk tetap memproses laporan masyarakat yang telanjur masuk.

Pemeriksaan laporan yang masuk tetap diteruskan, meski pos pengaduan telah kami tutup, kata Ketua KY Busyro Muqqodas tadi malam. Keputusan memproses laporan-laporan yang masuk itu, menurut dia, merupakan bentuk pertanggungjawaban KY kepada para pelapor.

Hal tersebut juga dimaksudkan menegakkan asas profesionalitas dan imparsial sesuai kewenangan KY dalam pasal 13 UU KY yang lolos dari putusan Mahkamah Konstitusi. Sesuai pasal tersebut, kami hanya memeriksa kasus yang sudah diputus dan perilaku hakim, jelas mantan dekan Fakultas Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia ini.

KY menutup posko pengaduan masyarakat setelah MK menganulir pasal 20 UU No 22 Tahun 2004 yang mengatur kewenangan KY. Hingga pos ditutup, KY telah menerima 833 laporan masyarakat. Di antara jumlah tersebut, 286 telah diproses dan menghasilkan tujuh rekomendasi KY yang diberikan kepada Mahkamah Agung.

Ketua Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) Firmansyah Arifin menyayangkan sikap KY yang menutup pos pengaduan masyarakat itu. Alasannya, pasal yang mengatur masalah itu tidak dicabut MK. Dengan menutup pengaduan masyarakat, sama artinya KY mematikan ekspektasi masyarakat untuk mendapatkan keadilan hukum, katanya.

Tentang kelanjutan pemeriksaan laporan masyarakat pasca dicabutnya wewenang KY oleh MA, Firman mengatakan sudah tepat. Hasil pemeriksaan tersebut bisa diserahkan kepada presiden dan DPR. Biar mereka yang bertanggung jawab, kan mereka yang membuat UU, ungkapnya.

Permasalahan yang harus dipecahkan adalah siapa yang menampung pengaduan masyarakat nantinya. Kepada MA? Kalau memang MA beres melakukan pengawasan, tidak perlu ada KY. Buktinya, kan mereka tidak mampu, tambahnya.

Ketidakmampuan tersebut, misalnya, terlihat pada pengangkatan Nana Juwana sebagai ketua Pengadilan Tinggi Jawa Tengah. Sebelumnya, MA menghukum Nana dengan menjadikannya hakim tanpa palu selama satu tahun. Jelas ada yang tidak beres dalam mekanisme pengawasan internal MA. Jadi, bagaimana masyarakat percaya? ujarnya.

Anggota Komisi III DPR RI Patrialis Akbar juga mengungkapkan penyesalannya terhadap keputusan KY menutup pos pengaduan. Seharusnya tetap dibuka. Kalau ditutup, justru itu menunjukkan ketidakyakinan KY soal kewenangannya, ujarnya.

Menurut dia, meski bersifat final dan mengikat, keputusan MK yang mengambil kewenangan KY masih bisa diperjuangkan melalui jalur revisi UU dan perpu. KY sebenarnya bisa tetap membuka posko dan memproses laporan tersebut sambil menunggu kejelasan kewenangannya, jelasnya. (ein)

Sumber: Jawa Pos, 28 Agustus 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan