Kurir Suap KPU Mulai Diadili

Wakil Kepala Biro Keuangan KPU (Komisi Pemilihan Umum) M. Dentjik mulai diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kemarin. Dia duduk di kursi pesakitan karena menjadi kurir pemberi suap kepada beberapa pejabat di Direktorat Jenderal Anggaran Depkeu di BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) serta anggota DPR RI Abdullah Zaini.

Pemberian uang itu dimaksudkan memperlancar pembahasan usulan anggaran KPU di Ditjen Anggaran, DPR RI, serta mempengaruhi hasil audit yang dilakukan BPK, kata Tumpak Simanjuntak, salah satu jaksa penuntut umum (JPU), dalam dakwaannya kemarin.

Saat mendengarkan dakwaan yang dibacakan tim JPU Tumpak Simanjuntak, Wisnu Baroto, dan Agus Salim, Dentjik tampak duduk tenang dan mendengarkan seksama. Sementara itu, anak-anaknya terlihat duduk di kursi pengunjung sidang.

Pemberian uang kepada para pejabat di Ditjen Anggaran itu dilakukan Februari 2004 hingga Februari 2005. Dua di antara penerima itu juga harus duduk di kursi pesakitan seperti Dentjik. Mereka adalah Plt Direktur Pembinaan Anggaran II Ditjen Anggaran Raden Soedji Darmono dan Kepala Subdirektorat Pembinaan Anggaran II E Ishak Harahap. Pada Kamis lalu, keduanya telah divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor karena terbukti menerima suap.

Sementara itu, pejabat dan staf Ditjen Anggaran lain tidak dijadikan tersangka. Mereka adalah Bambang Jasminto, Paruli Lubis, Antoniady Sirait, Cahyanto Hutomo, Dicky Kushadi Wahyu Ariwibowo, Lola Afrida, Suharyoto, Sudihardjo, Sri Ningsing, Jaswadi, Linda, Indri Sumadi, Sjaichul Abad, Masduki, Rachmad Sudia, Gadis, dan Yuni.

Dalam dakwaan juga dijelaskan pemberian uang haram di KPU terhadap beberapa auditor BPK yang dilakukan pada Maret 2004. Yaitu, saat pembahasan temuan audit dana Pemilu 2004. Auditor yang menerima uang itu, antara lain, Mochamad Priono, Djapiten Nainggolan, Haedar Rahman, Hilmy, dan Wati. Meski tidak diseret ke meja hijau, 14 auditor BPK yang menerima uang sudah diberi sanksi BPK.

Dentjik juga disalahkan memberikan uang kepada Ketua Panggar DPR RI Abdullah Zaini Rp 100 juta, saat yang bersangkutan sedang mantu. Dia juga disalahkan karena menerima Rp 700 juta saat KPU baru saja membeli tanah. Uang itu diberikan oleh anak penjual tanah, Eko Setio Paripurnanto. Setelah menerima uang tersebut, dia tidak melaporkannya pada Ketua Panitia Pengadaan Tanah Valina Singka Subekti.

Atas perbuatannya itu, Dentjik dijerat dengan dakwaan berlapis. Dakwaan kesatu menjerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a UU 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo pasal 64 ayat (1) KUHP atau pasal 13 UU 31 Tahun 1999. Dakwaan kedua menjerat dengan pasal 11 UU No 31 Tahun 1999. Berdasar pasal-pasal itu, Dentjik terancam hukuman maksimal lima tahun penjara. (lin)

Sumber: Jawa Pos, 23 November 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan