Kurdi Moekri, Saya Hanya Katempuhan Buntut Maung; Dana Kaveling pada Hakikatnya Kadeudeuh dari Guber
Terdakwa perkara dana kaveling, Kurdi Moekri, menilai, pemberian bantuan dana perumahan (dana kaveling-red.) pada hakikatnya uang kadeudeuh dari Gubernur Jabar selaku kepala daerah kepada anggota DPRD. Dengan demikian, tindakan yang dilakukan dirinya tidak salah.
Pemberian uang kadeudeuh biasa dilakukan oleh gubernur selaku kepala daerah kepada setiap periodisasi keanggotaan DPRD dan sudah merupakan konvensi yang telah dilakukan sejak tahun 1977, ujar mantan Wakil Ketua DPRD Jabar, yang kini anggota DPR RI, saat membacakan sendiri pembelaan setebal 37 halaman dalam sidang yang digelar Pengadilan Negeri Bandung, Kamis (7/7).
Kurdi, menegaskan, apa yang dialaminya hanya katempuhan buntut maung (kena getahnya). Padahal, apa yang dilakukannya adalah dalam kapasitas sebagai pimpinan dewan yang harus aspiratif terhadap permintaan anggota tentang dana perumahan.
Soal dikabulkan atau tidak aspirasi anggota, sepenuhnya menjadi kewenangan gubernur sebagai otorisator keuangan pemda. Saya tidak ikhlas lahir batin menerima tuntutan pidana ini, karena saya merasa tidak melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan. Saya hanya katempuhan buntut maung, paparnya.
Sementara itu, penasihat hukum terdakwa, Rudi Gunawan, juga menyampaikan pembelaan atas kliennya. Hanya saja, dengan alasan sedang sakit batuk, Rudi Gunawan meminta izin majelis hakim untuk tidak membacakan semua isi pembelaan setebal 134 halaman. Ia hanya membacakan kesimpulan pembelaannya agar majelis hakim membebaskan terdakwa. Kurdi tidak terbukti berbuat seperti yang didakwakan dalam dakwaan primer maupun subsidair.
Dalam sidang sebelumnya, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang diketuai Happy Hadiastuti, S.H., menuntut Kurdi Moekri dengan hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 50 juta subsider 6 bulan kurungan dalam sidang yang digelar PN Bandung Kamis (16/6) lalu.
Selain hukuman penjara, terdakwa juga harus membayar ganti rugi kepada negara sebesar Rp 600 juta, yang bisa diganti dengan pidana penjara 1 tahun. Ganti rugi sebesar itu sama dengan jumlah kerugian negara yang menurut penilaian (JPU) telah digunakan terdakwa.
Pembelaan tertulis
Pada kesempatan membacakan pembelaan, Kurdi juga menyatakan akan menyampaikan pembelaan tertulis kepada Gubernur Jabar, Ketua DPRD Jabar, anggota DPRD Jabar periode 1999-2004 dan seluruh masyarakat Jabar.
Penyampaian pembelaan saya ini sebagai pertanggungjawaban saya selaku Wakil Ketua DPRD Jabar yang didakwa melakukan korupsi, tukas Kurdi Moekri.
Majelis hakim yang diketuai Marni Emmy Mustafa, akan kembali menggelar sidang berikutnya dengan agenda mendengarkan jawaban JPU atas pembelaan terdakwa, Kamis (14/7).
Sementara itu, seperti diberitakan sebelumnya, mantan Gubernur Jabar R. Nuriana dalam kasus tersebut akan dimintai keterangan sebagai saksi. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar sendiri, sudah menjadwalkan untuk memeriksanya atas tersangka mantan Ketua DPRD Jabar Eka Santosa dan mantan Wakil Suyaman.
Namun dalam tiga kali pemanggilan yakni untuk pemeriksaan tanggal 3/6, 13/6 dan 4/7 Nuriana yang menurut Kajati Jabar Halius Hosen merupakan saksi kunci, tidak pernah memenuhi panggilan dengan alasan ke luar kota dan luar negeri.
Informasi terakhir dari keluarganya, Nuriana berada di Amerika Serikat (AS) untuk suatu keperluan sampai Agustus. Sedangkan sebelumnya, keluarganya juga menjanjikan Nuriana akan pulang ke Indonesia 30 Juni sehingga bisa memenuhi panggilan pada 4 Juli.
Akibat mangkirnya Nuriana, pemberkasan perkara atas tersangka mantan Ketua DPRD Eka Santosa tertunda. Seharusnya akhir Juni sudah selesai pemberkasan, namun sampai masuk bulan Juli, belum juga selesai. Sedangkan tim penyidik sudah melayangkan kembali surat panggilan untuk Nuriana Senin (4/7) lalu.(A-92)
Sumber: Pikiran Rakyat, 8 Juli 2005