Kunjungan KPU ke Luar Negeri Diduga Sedot Rp 1 Miliar

Lembaga pemerhati anggaran, Indonesia Budget Center (IBC), memperkirakan perjalanan tujuh anggota Komisi Pemilihan Umum ke luar negeri menghabiskan biaya lebih dari Rp 1 miliar.

Koordinator Divisi Hukum dan Politik Anggaran IBC Roy Salam mengatakan kunjungan ke delapan negara itu memakan biaya minimal Rp 956 juta, atau satu anggota menghabiskan Rp 67 juta setiap kali perjalanan. Perkiraan itu didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64/PMK.02/2008 tentang Standar Biaya Umum Tahun Anggaran 2009.

Jumlah itu, kata Roy, bisa lebih besar karena satu kali perjalanan hanya dihitung tiga hari. Selain itu, IBC tak memasukkan komponen staf Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan yang mengikuti komisioner. Roy menilai perjalanan para komisioner dalam rangka evaluasi pelaksanaan pemilihan umum dan pemilihan Presiden 2009 merupakan pemborosan.

Menurut dia, evaluasi pelaksanaan Pemilu 2009 di luar negeri tak mendesak dilakukan. Pasalnya, jumlah pemilih di luar negeri tidak mencapai 1 persen dari jumlah pemilih dalam negeri. Evaluasi itu juga bisa diwakilkan kepada Panitia Pemilihan Luar Negeri.

Selain itu, Roy melanjutkan, Komisi Pemilihan tidak memiliki skala prioritas dalam perjalanan ini. Negara dengan pemilih besar, seperti Malaysia, justru tidak dikunjungi. "Kisruh saat pemilihan umum lebih banyak terjadi di dalam negeri ketimbang di luar negeri," katanya.

Mulai awal bulan ini, anggota Komisi Pemilihan mengadakan perjalanan ke Hungaria, Inggris, Cina, Australia, India, Arab Saudi, Jerman, dan Kanada. Anggota Komisi Pemilihan, Andi Nurpati Baharuddin, membantah jika kunjungan itu disebut pelesiran. "Nggaklah, nggak punya waktu," kata Andi, yang awal Oktober lalu pergi ke London, Inggris, selama tiga hari.

Menurut Andi kepada Tempo pekan lalu, kepergiannya ke London dalam rangka evaluasi pemilihan umum legislatif dan presiden di beberapa negara Eropa.

Selain Andi, Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary dan Abdul Aziz akhir pekan lalu pergi ke Berlin, Jerman. Sebelumnya, Abdul Hafiz dan Syamsul Bahri mengunjungi Hungaria dan Arab Saudi.

Roy menyayangkan sikap Komisi Pemilihan yang tak terbuka soal rencana perjalanan ke luar negeri. Ia menilai anggaran perjalanan ke luar negeri itu bisa digunakan untuk kegiatan yang lebih mendesak. Contohnya uang sekitar Rp 1 miliar bisa digunakan untuk membuat tiga sampai empat peraturan Komisi Pemilihan. Apalagi saat ini Komisi masih belum menyusun berbagai peraturan yang cukup mendesak, seperti peraturan soal pengisian kursi DPRD di daerah pemekaran. PRAMONO

Sumber: Koran Tempo, 26 Oktober 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan