Kuncinya, Perbaikan Sistem

Gelombang pembelaan rakyat terhadap dua Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah adalah bukti kepercayaan publik kepada institusi ini.

Bahkan, muncul sebuah gerakan Cintai Indonesia Cintai KPK atau Cicak, yang menyamakan membela Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berarti membela negeri.

Di tengah potret buram lembaga penegak hukum lainnya, seperti kepolisian dan kejaksaan, KPK telah muncul menjadi lembaga yang masih dipercaya masyarakat.

Bahkan, ketika mantan Ketua KPK Antasari Azhar didakwa dengan kasus pembunuhan, kepercayaan masyarakat terhadap KPK sebagai lembaga masih tetap besar.

M Jasin, Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, mengatakan, sistem dan budaya kerja yang transparan dan diterapkan secara konsisten

menjadi kunci kenapa KPK bisa menjadi lembaga yang dinilai berdedikasi.

Walaupun KPK adalah lembaga ad hoc, bersifat sementara, yang dibangun dari kumpulan orang dari berbagai macam latar belakang institusi asal, ”Begitu mereka di KPK, biasanya lebur atau terpaksa lebur karena kita memiliki kode etik birokrasi yang dijunjung tinggi,” kata Jasin.

Loyalitas ganda
Namun, menurut Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bibit Samad Rianto, sistem di KPK masih memiliki celah. Salah satunya adalah keberadaan penyidik yang berasal dari institusi luar, yaitu kepolisian, dan hanya dipinjamkan sementara di KPK.

Kekhawatiran adanya loyalitas ganda dari penyidik menjadi sesuatu yang mengganggu. Karena itu, pembentukan penyidik independen menjadi salah satu wacana yang diagendakan KPK.

Jasin mengatakan, lembaga pemberantas korupsi di Malaysia memiliki penyidik independen. ”Mereka yang awalnya juga menggunakan penyidik dari kepolisian sekarang sudah punya penyidik sendiri,” kata dia.

Walaupun masih memiliki celah, kode etik di KPK berjalan cukup efektif. Lembaga ini dinilai termasuk yang terbersih di Indonesia karena ketatnya penerapan kode etik lembaga.

Beberapa kode etik itu di antaranya adalah pegawai KPK tidak boleh dijemput jika melakukan perjalanan dinas ke daerah, tidak boleh menggunakan kendaraan dinas untuk keperluan pribadi, tidak boleh menerima bayaran jika menjadi pembicara, dan tidak boleh ditraktir pihak lain.

”Institusi lain mungkin punya kode etik juga, tapi kami menerapkannya dengan konsisten. Di KPK ada sistem yang bisa melaporkan rekan kerjanya yang dianggap melanggar kode etik itu,” kata Jasin.

Jasin mencontohkan, dia pernah dilaporkan dan disidang karena melakukan perjalanan dinas bersama istrinya ke Bandung. ”Padahal, saya ke Bandung menggunakan dua mobil. Saya memakai mobil dinas dan istri memakai mobil pribadi. Kami memang beriringan, tapi biaya tol maupun bensin bayar masing-masing,” kata Jasin. Intinya, kata Jasin, siapa pun di KPK bisa disidang jika dianggap melanggar kode etik.

Komite Kode Etik
Mulai tahun 2010, menurut Jasin, KPK akan membentuk Komite Kode Etik yang bisa mengevaluasi pelaksanaan kode etik di KPK. ”Lembaga ini akan memberi sanksi hingga pemecatan,” katanya.

Selain sistem kerja dan kode etik yang baku, menurut Jasin, reformasi birokrasi juga mengharuskan perbaikan kualitas sumber daya manusia (SDM). ”Selain ketat dalam seleksi pegawai, kami juga menerapkan sistem evaluasi kinerja kepada karyawan setiap tahun. Jika dua kali berturut-turut nilainya ’D’, pegawai tersebut bisa diberhentikan atau dikembalikan ke institusi asal dan itu sudah terjadi,” kata Jasin.

Di sisi lain, selain menerapkan hukuman yang tegas dan tak pandang bulu, reward atau umpan balik terhadap pekerja yang kinerjanya bagus juga harus jelas. ”Kejelasan sistem dalam reward and punishment ini membuat beberapa mantan karyawan KPK yang sudah kembali ke institusi indu kembali ke KPK,” kata Jasin.

Birokrasi yang baik, menurut Jasin, harus bersifat ramping dan sistemnya bekerja efisien. ”Rantai birokrasi harus dipotong. KPK berupaya efisien dalam hal ini. Berbeda dengan institusi lain yang sangat gemuk, tapi miskin fungsi. Jadi, reformasi birokrasi itu tak hanya masalah peningkatan renumerasi saja. Tanpa perubahan sistem, kualitas SDM, dan budaya kerja, reformasi birokrasi tak akan jalan,” katanya.

Sumber: Kompas, 21 Desember 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan