Kubu Kalla Tersengat Pernyataan Akbar
Pernyataan mantan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya Akbar Tandjung mengenai mentalitas saudagar di partai yang kini dipimpin Wakil Presiden Jusuf Kalla mulai menyengat orang-orang di kubu Kalla.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Malkan Amin menilai pernyataan itu tidak tepat waktu dan tempat serta berpotensi menimbulkan perpecahan dan benturan di antara kader.
Untuk menunjukkan ketersengatannya, Malkan, politisi asal Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, menggelar jumpa pers di Jakarta, Selasa (4/9). Jumpa pers difasilitasi staf khusus Wapres.
Malkan mengaku terkejut dengan pernyataan Akbar dalam ujian disertasi doktoral di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, soal orientasi kekuasaan dan mentalitas saudagar di Partai Golkar.
Dia (Akbar) idola saya, kok tiba-tiba pernyataannya seperti itu. Saya jadi panik, kepada siapa saya akan belajar. Tidak ada panutan lagi, ujarnya.
Menurut Malkan, kritik dan perbedaan di antara pengurus dan tokoh Partai Golkar adalah hal biasa. Kritik Akbar kepada Partai Golkar menjadi luar biasa karena disampaikan saat disertasi untuk mendapat gelar doktor yang terdokumentasi dan dijadikan bahan kajian akademis.
Sebagai kader, Akbar dapat menyampaikan kritik lewat mekanisme internal, ujarnya.
Menurut Malkan, kader Partai Golkar di tingkat bawah pasti bertanya-tanya karena sebetulnya banyak kader partai berlambang pohon beringin itu yang menjadikan Akbar sebagai idola.
Sulit lepas
Direktur Indo Barometer M Qodari menilai, kritik Akbar soal banyaknya orientasi kekuasaan di partai yang pernah dipimpinnya menunjukkan dengan jelas bahwa Partai Golkar tidak bisa melepaskan pengalaman 30 tahun saat menjadi pendukung utama Orde Baru.
Elite Golkar tidak bisa melepaskan diri dari mentalitas dan tradisi sebagai penguasa. Sayangnya, saat memimpin, Akbar gagal meyakinkan para elite bahwa peran oposisi terhadap kekuasaan adalah baik dan sehat, ujarnya.
Peran pengusaha
Soal masuknya saudagar dalam partai politik (parpol), menurut Qodari, tak bisa dihindari karena merupakan konsekuensi dari yang terjadi di dalam parpol.
Di dalam partai, semua program mengandalkan uang. Tidak ada etos atau cita-cita kuat. Untuk partai di Indonesia saat ini, uang itu umumnya didapat dari para pengusaha, ujarnya.
Mengenai mencuatnya ketegangan di antara elite Partai Golkar, Qodari menilai hal itu bisa menjadi pembelajaran mengenai peran parpol ke depan. (INU)
Sumber: Kompas, 5 September 2007