Ktut Terindikasi Jadi Makelar

Myra Diarsi Akan Menggugat Ketua LPSK

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (nonaktif) I Ktut Sudiharsa terindikasi sebagai makelar kasus. Dia juga diduga melanggar kode etik, antara lain membocorkan informasi rahasia tentang status buron Anggoro Widjojo kepada Anggodo Widjojo.

Hal itu terungkap dari dokumen Tim Penemu Fakta (TPF) bentukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang ditandatangani Teguh Soedarsono dan Shindu Krishno, keduanya adalah anggota LPSK.

Ktut memberikan dokumen TPF itu kepada wartawan sebelum diperiksa KPK di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (10/2). Ktut ditanya mengapa tidak datang dalam sidang pleno LPSK pada Selasa lalu. ”Oh, kamu ingin tahu. Baca sendiri saja,” katanya sambil menyerahkan sejumlah dokumen.

Ktut diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan upaya penyuapan dan menghalangi penyidikan dengan tersangka Anggodo. Ktut bersikukuh tak terlibat makelar kasus, dan melakukan tugas serta kewenangan sebagai anggota LPSK.

Dalam dokumen itu juga disebutkan bukti-bukti Ktut terindikasi terlibat aktivitas makelar kasus, antara lain melayani permohonan perlindungan Anggoro, Ary Muladi, Putra Nevo, Aryono, dan Joni Liando yang sedang menjadi target KPK.

Ktut disebutkan melayani permohonan perlindungan Anggoro dan kawan-kawan secara berlebihan dengan menerima tiga blangko kosong bermeterai yang ditandatangani Anggoro. Ktut melayani permohonan itu di restoran Hotel Borobudur dengan mengondisikan kantor LPSK dalam keadaan dimonitor, disadap, dan terancam oleh KPK.

Ktut juga dinilai melemahkan kredibilitas LPSK dengan membocorkan informasi dari KPK tentang target Anggoro sebagai buronan KPK kepada Anggodo Widjojo. Ktut juga secara aktif berkomunikasi dengan Anggodo.

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengaku heran mengapa Ktut membocorkan dokumen TPF kepada media massa yang bersifat rahasia itu.

Menggugat
Namun, Hermawi Taslim, kuasa hukum Myra Diarsi, membantah keterlibatan kliennya dalam kasus Anggodo. ”Namanya (Myra) hanya disebut dalam percakapan Ktut dan Anggodo,” ujar Hermawi. Untuk itu, Myra akan menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara soal penonaktifan dirinya, Kamis. ”Penonaktifan hanya boleh dilakukan oleh Presiden,” kata Hermawi. Semendawai mengaku siap dengan rencana gugatan tersebut. (**/AIK)

Sumber: Kompas, 11 Februari 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan