Kritik Lapas Sarat Pungli; Rahardi Ramelan Ketua Umum Napi
Pemerintah dinilai belum serius menangani para narapidana (napi). Selain itu, aturan untuk napi dianggap masih diskriminatif. Dua persoalan tersebut akan menjadi agenda prioritas Napi (Persatuan Narapidana Indonesia) yang kemarin (5/9) secara resmi dideklarasikan pembentukannya.
Beberapa nama beken menjadi pengurus organisasi itu. Di antaranya, mantan Kabulog Rahardi Ramelan yang ditunjuk menjadi ketua umum, aktor Roy Marten (salah seorang ketua), dan Mulyana W. Kusumah (Sekjen).
Dalam kesempatan itu, Mulyana mengkritisi Peraturan Menteri Hukum dan HAM No M.01.PK.04-10 tanggal 16 Agustus 2007. Meski aturan tersebut dapat mempercepat kebebasan para napi, itu dianggap masih diskriminatif. Mulyana mencontohkan pengurusan pembebasan bersyarat (PB) yang menurut dia membutuhkan biaya besar. Akibatnya, hanya sebagian napi yang bisa membayar.
Jika pemerintah serius membenahi lapas yang sudah overkapasitas, fasilitas PB seharusnya diberikan secara otomatis tanpa biaya, ujarnya usai deklarasi Napi di Ruang Hibiscus Hotel Acacia. Dia menambahkan, persyaratan PB juga relatif rumit sehingga merepotkan keluarga napi.
Misalnya, untuk bebas, napi harus punya surat pernyataan keluarga dan surat jaminan yang diketahui RT, RW, kelurahan, dan babinsa (bintara pembina desa). Selain itu, harus ada hasil penelitian kemasyarakatan oleh petugas Balai Pemasyarakatan (Bapas) soal keamanan jika ada napi di lingkungannya.
Mantan terpidana kasus penyuapan auditor BPK Khairiansyah Salman dan terpidana kasus korupsi kotak suara pemilu itu menambahkan, kebijakan tersebut tak signifikan mengurangi masa hukuman napi. Artinya, penjara juga masih terancam overkapasitas. Padahal, overkapasitas adalah situasi genting yang mudah meledak menjadi kerusuhan di penjara, ujarnya.
Selain soal pembebasan bersyarat, pemerintah diminta memperbaiki praktik pengelolaan lapas yang masih diskriminatif dan sarat pungli. Biaya dalam penjara itu mahal. Kalau saya, Pak Mul (Mulyana), dan beberapa napi yang berani bicara mungkin bisa protes, tapi kalau napi yang ditahan karena kasus togel, mereka tidak bisa apa-apa, ujar Ketua Umum Napi Rahadi Ramelan.
Dia menambahkan, Napi terbentuk atas dasar keprihatinan terhadap banyaknya napi yang meninggal di dalam penjara. Napi berusaha memperjuangkan hak-hak para narapidana, baik yang masih ada di dalam maupun di luar penjara, katanya.
Selain Rahardi dan Mulyana, dalam kepengurusan, tercantum beberapa nama beken lain, seperti Probosutedjo sebagai pembina dan D. L. Sitorus sebagai pengawas. Juga ikut dalam kepengurusan, antara lain, Eurico Gutteres. NAPI juga menggandeng YLBHI sebagai mitra kerja. (ein)
Sumber: Jawa Pos, 6 September 2007