Kriminalisasi Upi Dinilai Langgar Aturan Perlindungan Saksi

"Sebaiknya ada yang melaporkan kasus itu ke LPSK."

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai kasus yang menimpa wartawan Upi Asmaradhana merupakan kriminalisasi pers serta melanggar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. "Melaporkan pers ke Polda Sulawesi Selatan sama saja melanggar UU Perlindungan Saksi dan Korban," ujar Febri Diansyah, Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, dalam konferensi pers di kantor ICW kemarin.

Sebelumnya, Upi Asmaradhana, Koordinator Koalisi Jurnalis Tolak Kriminalisasi Pers Makassar, dilaporkan oleh Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan Inspektur Jenderal Sisno Adiwinoto ke Polda Sulawesi Selatan. Kasus ini bermula ketika Sisno mengeluarkan sejumlah pernyataan yang dianggap tidak seharusnya dilakukan seorang pejabat publik. Dia antara lain menyatakan tak perlu menggunakan hak jawab, dan wartawan bisa langsung dipidanakan. Pernyataan Sisno ini sempat dimuat sejumlah media massa lokal di Makassar.

Pernyataan itu tidak diterima sejumlah wartawan, yang kemudian membentuk Koalisi Jurnalis Tolak Kriminalisasi Pers Makassar, yang dipimpin Upi. Mereka melakukan perlawanan dengan berunjuk rasa, menggalang dukungan, dan melaporkan Sisno ke Dewan Pers serta Komisi Kepolisian Nasional. Tindakan Upi dan rekan-rekannya ini tidak diterima Sisno sehingga ia melaporkan mereka ke polisi dengan tuduhan memfitnah dan melakukan pencemaran nama baik. Sidang kasus Upi mulai digelar di Pengadilan Negeri Makassar sejak pertengahan Februari.

Menilik proses yang dialami Upi, Febri melanjutkan, ICW meminta Kepala Polri Bambang Hendarso Danuri memeriksa Sisno. "Sebab, laporan (ke polisi) itu kita nilai sebagai kriminalisasi terhadap advokasi pers, yang melanggar Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban," ujarnya.

"Sebelum menempuh proses pidana, seharusnya melalui mekanisme Dewan Pers," ujar Endar Sumarsono, anggota staf litigasi dari Lembaga Bantuan Hukum Pers, yang juga penasihat hukum Upi, di tempat yang sama. Ia menilai dakwaan jaksa error in persona (ditujukan kepada subyek hukum yang salah) dan obscuur libel (kabur). "Error in persona karena dalam dakwaan kapasitas Upi disebutkan sebagai individu, padahal ia mewakili Koalisi Tolak Kriminalisasi Pers," ujarnya.

Dihubungi terpisah, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai menyatakan lembaganya belum bisa mengambil tindakan karena belum mengetahui secara langsung kasus Upi. "Karena itu, sebaiknya ada yang melaporkan kasus tersebut ke LPSK," kata dia kepada Tempo kemarin, "setelah itu, akan kami putuskan bentuk perlindungan yang paling tepat buatnya."

Ia menjamin lembaganya akan menerima setiap laporan yang disampaikan oleh pihak mana pun dan tidak membeda-bedakan siapa pun. "Saksi pelapor pasti dilindungi, siapa pun dia. Namun, kami perlu mempelajari kasus Upi dengan saksama," ujar Abdul Haris. CHETA NILAWATY | DWI WIYANA

Sumber: Koran Tempo, 16 Maret 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan