Kriminalisasi Penggiat Gerakan Antikorupsi

Seperti diketahui dua anggota badan pekerja ICW dijadikan tersangka dugaan kasus pencemaran nama baik terhadap institusi kejaksaan agung oleh kepolisian. Penetapan tersangka tersebut terjadi saat ICW melakukan advokasi terhadap kriminalisasi pimpinan KPK oleh petinggi kepolisian. Mereka dipanggil melalui surat panggilan pemeriksaan nomor 1120/X/2009-I dan 1121/X/2009-I sebagai tersangka pada 15 Oktober 2009. Surat tertanggal 9 Oktober 2009 itu mencantumkan pasal yang disangkakan, yakni Pasal 311 dan 316 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

SERUAN MENDESAK

(URGENT ACTION)

Jakarta, 13 Oktober 2009

No :     /SK/BP/ICW/X/2009

 

PERIHAL: TOLAK KRIMINALISASI AKTIVIS ANTIKORUPSI DAN HAM

 

Pemberantasan korupsi di Indonesia sedang terancam. Setelah KPK dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dilemahkan, diserang dan dilumpuhkan oleh berbagai kepentingan, sekarang giliran masyarakat yang bergerak di advokasi antikorupsi.

 

Saat ini, dua aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (MABES Polri). Masing-masing bernama: Emerson Yuntho, Wakil Koordinator ICW, dan Illian Deta Arta Sari, Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW. Mereka ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana Pencemaran Nama Baik terhadap Pejabat Negara, yang dijerat dengan Pasal 311 dan 316 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). (Surat No.Pol.: S.Pgl/1120/X/2009/Dit-I dan S.Pgl/1121/X/2009/Dit-I).

 

Terlalu banyak kejanggalan dalam penetapan tersangka ini, diantaranya:

1.     

Penetapan tersangka dilakukan saat ICW bersama elemen masyarakat sipil lainnya di seluruh Indonesia sedang mengadvokasi Kriminalisasi yang dilakukan terhadap dua pimpinan KPK, dan permintaan agar Kepala Bareskrim Mabes Polri dinon-aktifkan;

2.     

Laporan dilakukan oleh salah seorang Jaksa di Kejaksaan Agung bernama: Widoyoko, SH yang sama sekali tidak dikenal oleh kedua tersangka. Bagaimana mungkin menghina orang yang tidak dikenal?

3.     

Ini kasus lama. Pelaporan dilakukan sejak 7 Januari 2009. Tanpa pernah diperiksa sebelumnya sebagai terlapor ataupun saksi, tiba-tiba dua aktivis ICW ditetapkan sebagai tersangka;

4.     

Dasar pelaporan adalah sebuah berita di Surat Kabar Rakyat Merdeka, tanggal 5 Januari 2009. Tentu tidak mungkin menjerat narasumber dengan pasal pencemaran tertulis karena dua orang ini sama sekali tidak pernah menulis kata yang dianggap mencemarkan nama baik seseorang;

5.     

Penjelasan lisan yang diberikan oleh dua aktivis ICW adalah upaya untuk mengawasi dan membenahi pengelolaan keuangan, khususnya pengembalian Kerugian Negara dari kasus korupsi di Kejaksaan. Tentu tidak mungkin disebut sebagai penghinaan atau pencemaran nama baik.

6.     

Penjelasan ICW yang dinilai menghina Kejaksaan didasarkan pada: dokumen resmi Hasil Pemeriksaan Audit BPK No. 26A/LHP/XV/05/2008 Hal. 107:

“Uang pengganti kerugian negara yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang sampai dengan tanggal 31 Desember 2007 belum diselesaikan di Kejaksaan Agung sebesar Rp. 5.641.859.689.688 dan USD 207,604,820.24”

 

Berdasarkan sejumlah kejanggalan tersebut, tentu penetapan tersangka oleh Mabes Kepolisian patut dipertanyakan. Bahkan, dalam konteks advokasi pemberantasan korupsi, preseden ini tidak berlebihan dinilai sebagai “kriminalisasi terhadap aktivis pemberantasan korupsi”. Padahal, sebagai salah satu mandat reformasi, korupsi harus diberantas tanpa pandang bulu. ICW dan semua elemen antikorupsi di Indonesia adalah bagian dari kekuatan mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi tersebut.

 

Selain aktivis antikorupsi, tindakan kriminalisasi juga terjadi terhadap aktivis Hak Asasi Manusia (HAM). Kasus terbaru menimpa Usman Hamid, Koordinator KONTRAS dan Tommy Albert Tobing, Pengacara Publik LBH Jakarta dan Muhammad Haris, Asisten Pengacara Publik LBH Jakarta. Mereka dikriminalkan saat melakukan aktivitasnya dalam hal pembelaan dan penegakan HAM. Dalam catatan LBH Jakarta, tercatat 21 aktivis yang mengalami kriminalisasi sebagi bentuk pembungkaman terhadap upaya penegakan HAM dan demokrasi.

 

Untuk menyikapi situasi yang kian memburuk dan berakibat fatal terhadap keberadaan pemberantasan korupsi dan upaya penegakan HAM di Indonesia, kami menghimbau kepada seluruh elemen masyarakat untuk memberikan dukungan nyata yang dapat dilakukan dalam bentuk, diantaranya:

 

1.     

Aksi simpatik/kampanye atau pernyataan sikap untuk menolak kriminalisasi terhadap aktivis antikorupsi dan HAM;

2.     

Mengirim surat pernyataan ke:

a.     

Presiden Republik Indonesia

Untuk melindungi hak dan kewajiban warga negaranya untuk berperan serta dalam upaya pemberantasan korupsi dan penegakan HAM.

b.     

Kepala POLRI

Untuk menghentikan tindakan kriminalisasi terhadap aktivis antikorupsi dan HAM serta memberikan jaminan kemananan dan perlindungan hukum atas aktivitas yang dilakukan masyarakat dalam upaya penegakan HAM dan pemberantasan korupsi.

c.      

Media Massa di Indonesia

 

Surat harap ditujukan pada:
Soesilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia
Istana Merdeka, Jakarta 10110 Indonesia
Email : presiden@ri.go.id Fax: +62-21 345-2685 atau 380-5511 atau 5268726 or Fax Sekretariat Presiden 344-2223 Telex: 44283 BIGRA IA or 44469 DEPLU IA

 

Bambang Hendarso Danuri, Kepala Kepolisian Republik Indonesia 
Jl. Trunojoyo No. 3 Jakarta Selatan, INDONESIA
Tel: +62 21 721 8012 Fax: +62 21 720 7277 Email: polri@polri.go.id

Sekretariat Komisi III bidang Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI)

Fax. (+6221) 5715566, email: set_komisi3@dpr.go.id

 

Demikian surat himbauan ini kami sampaikan. Atas dukungannya, kami ucapkan banyak terima kasih.

 

Hormat Kami

Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW)

  

 

Danang Widoyoko

Koordinator

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan