Kreatif Merayakan Hari Anti Rasuah

Antikorupsi.org – 9 Desember serentak dirayakan oleh warga dunia sebagai Hari Anti Korupsi Internasional (HAKI). Sejumlah pemuda dan pemudi di Jakarta, Indonesia memilih merayakannya melalui cara-cara kreatif.

Banner besar bertuliskan “Kutunggu Insyafmu” terpampang di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, Jumat, 9 Desember 2016. Sebuah bangunan lawas yang kini berfungsi sebagai Historia café mulai dipenuhi oleh pengunjung.

Sore itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama organisasi senirupa kontemporer ruangrupa menggelar perayaan hari antirasuah. Sontak, café disulap dengan nuansa bertemakan antikorupsi.

Memasuki ruang atas café, berbagai instalasi seni terpampang di dalamnya. Tentu saja, instalasi yang dipasang berkaitan dengan gelaran acara pada hari tersebut.

Visualisasi video misalnya, menampilkan ilustrasi oknum polisi yang kerap melakukan proses “tilang di tempat”, lengkap dengan kepasrahan sang pengemudi terhadap nasib sialnya tersebut.

Di sisi lain, teka-teki silang dengan soal-soal yang berkaitan dengan korupsi tergeletak di meja. Pengunjung dipersilakan untuk memainkan permainan itu secara cuma-cuma.

Tak hanya itu, aksi dari perupa juga turut dilakukan. Di pojok ruangan, sekawanan pemuda menggelar live sablon t-shirt bertuliskan “Aksi Anti Korupsi”. T-shirt kemudian dijual kepada pengunjung seharga 50 ribu rupiah.

Cerminan kegelisahan masyarakat terlihat terang dalam pelbagai karya seni rupa yang ditampilkan. Karya seni rupa yang dibuat oleh Komplotan Jakarta 32C mengilustrasikan problema korupsi dari hidup keseharian.

Indra Ameng, Program Director ruangrupa, tegas mengatakan bahwa korupsi di Indonesia telah menjadi masalah kultur.

“Seni mesti turut ikut berperan terhadap masalah-masalah korupsi,” katanya dalam diskusi di sela-sela berlangsungnya pameran.

“Kita harus berperang lewat gagasan, dan itu bisa disampaikan lewat seni,” ujarnya.

Lalola Easter, Peneliti ICW, bercerita ihwal upaya melawan korupsi tanpa melulu menggunakan cara yang umum digunakan.

“Kita sadar betul upaya pemberantasan korupsi itu bukan sekedar advokasi kebijakan,” katanya dalam diskusi tersebut.

Upaya melawan korupsi selama ini seringkali menggunakan cara-cara yang tak mudah diterima khalayak luas. Sebab itu, upaya-upaya lain mesti diperluas.

“Komunitas kreatif dapat menjadi medium baru, dan memberikan nafas baru terhadap pemberantasan korupsi,” imbuhnya.

Hal demikian juga diamini oleh Indra. Seni menurutnya dapat menjangkau khalayak luas dibanding cara-cara konvensional yang seringkali digunakan.

“Seni bisa berbicara ke publik luas dengan luwes, hangat, intim. Tak perlu lagi harus marah-marah dan teriak-teriak,” kata Indra. “Pelan-pelan kita bisa memasuki ide-ide, gagasan ke dalam kepala, membuat orang resah, mengganggu pikiran, lalu membuat mereka ingin bergerak,” katanya.

Pemuda AntiKorupsi

Di halaman depan café, sekawanan pemuda yang baru hadir mengamati karya grafis yang telah dicetak dalam bentuk sticker.

Sticker berisikan pesan antikorupsi memang dibagikan secara cuma-cuma oleh penyelenggara acara. Sejumlah pemuda mengambil dan mulai menempelkan gambar pada benda-benda kesayangannya.

Lebih dari seratus pemuda hadir pada acara tersebut. Tujuannya tak hanya hadir untuk menikmati pameran, namun juga menyaksikan aksi panggung grup musik kesayangannya. Salah satu pengunjung mengatakan, maksud kehadirannya memang hendak menyaksikan grup musik Efek Rumah Kaca.

Pemuda memang menjadi sasaran utama acara tersebut. Hal itu juga yang membuat ICW dan ruangrupa memilih Efek Rumah Kaca dan White Shoes and the Couples Company untuk berbagi penampilan dalam hari perayaan.

“Kita ingin mengajak teman-teman muda. Kita ingin mengajak mereka bahwa yang muda bisa berkontribusi melawan korupsi,” kata Lalola.

Pemuda menurutnya dapat berkreasi dalam banyak hal. Cara-cara yang dilakukan tak melulu mesti serupa dengan yang dilakukan orang lain pada umumnya. “Setiap pemuda punya cara masing-masing,” ujarnya.

Dalam pembuatan karya seni misalnya, mengajak pemuda menjadi penting. Hal itu juga yang dirasakan oleh Indra Ameng. “Kami ajak seniman muda agar konten yang dibuat dapat membuat kita berpikir kritis, dan lebih mudah dibawa ke anak muda lainnya,” katanya.

Dalam penampilannya, White Shoes & The Couples Company juga tak lupa mengajak para pemuda untuk sama-sama menyadari bahaya korupsi. Begitupun dengan Efek Rumah Kaca di sela-sela penampilannya.

Indra lalu kembali menegaskan pentingnya perayaan hari antikorupsi. “Ini satu acara yang patut dirayakan, satu hari antikorupsi, sisanya hari korupsi,” ujarnya sembari tertawa.

Lalola mengatakan, upaya melawan korupsi melalui seni telah menjadi dambaan ICW sejak lama. Seraya melupakan kegembiraannya, ia berterimakasih pada ruangrupa yang telah berkolaborasi dalam gelaran acara antikorupsi tersebut. “Teman ruang rupa sangat membantu kami untuk memanifestasikan keinginan itu,” ujarnya.

Diskusi Di Dalam Kereta Listrik

Selang beberapa hari kemudian, perayaan HAKI masih terus berlanjut. Rabu, 21 Desember 2016, perayaan diadakan dengan cara yang tak kalah unik. Sebuah diskusi dengan tema antikorupsi digelar di dalam gerbong kereta rel listrik.

Diskusi dimulai saat kereta memulai perjalanan di Stasiun Jakarta Kota, lalu mengakhiri perjalanan di Stasiun Bogor. Tema besar diskusi sendiri masih menggunakan jargon ‘Membangun Negeri Tanpa Korupsi’ dengan fokus pada penyelematan aset negara.

Peneliti ICW, Emerson Yuntho mengatakan, diskusi di dalam kereta dilakukan sebagai pesan akan banyaknya aset negara yang dikorupsi, utamanya terhadap BUMN. “Gagasan diskusi di Kereta ingin menjembatani ini,” ujarnya lepas diskusi.

“PT. Kereta Api Indonesia (KAI) adalah salah satu korban dari praktik korupsi yang berkaitan dengan isu aset,” imbuhnya.

Diskusi tersebut turut menghadirkan, Doli Siregar, ahli Manajemen Aset, Nurul Huda, Kepala Satuan Pengawasan Internal PT. KAI, dan mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Haryono Umar.

“Pesannya tidak hanya untuk KAI, tapi semua aset milik BUMN rawan dikorupsi dan harus jadi perhatian negara,” cetus Emerson.

Rangkaian HAKI lalu ditutup dengan penyelenggaraan malam penganugerahan Anugerah Karya Jurnalistik Antikorupsi (AKJA) 2, Kamis, 23 Desember 2016.

Malam itu, di Wisma Antara, Jakarta Pusat, Tempo memenangkan kategori in-depth reporting dan investigative reporting. Reportase bertema ‘Jejak Suap Resep Obat’ yang ditulis oleh Mustafa Silalahi, Pramono, dan Rusman Paraqbueq berhasil menyisihkan peserta lainnya.

Kategori lainnya yaitu fotografi Jurnalistik dimenangkan oleh jurnalis Media Indonesia, Rommy Pujianto. Adapun untuk kategori Audiovisual Jurnalistik, juara pertama diraih oleh jurnalis Trans 7, Fredi Yansyah dan Guntur Arbiansyah. Kategori karikatur kembali dimenangkan oleh Joko Luwarso, jurnalis Harian Terbit.

Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo menekankan pentingnya peran jurnalis dalam pemberantasan korupsi. “Kerja jurnalistik paling utama adalah membongkar kejahatan yang dilakukan pemegang kekuasaan,” ujarnya.

“Kami berharap bisa mendorong teman-teman jurnalis agar tetap kuat, teguh, dan sadar bahwa kerja pemberantasan korupsi adalah hal yang penting,” kata Adnan.

Terkait perayaan hari antirasuah, Lalola berharap perayaan antikorupsi tak hanya berhenti pada momen-momen tersebut.

“Jangan berhenti di hari ini, perayaan harus berkelanjutan,” tutupnya.

(Egi)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan