KPU Diminta Ajak KPK Lacak Dana Kampanye Wiranto [26/06/04]

Koordinator Advokasi Transparency International Indonesia Anung Karyadi menyarankan Komisi Pemilihan Umum melakukan kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk melacak ketidakjelasan dana Rp 30 miliar dari Partai Golkar untuk kampanye pasangan calon presiden Wiranto-Salahuddin Wahid.

Saran itu disampaikan Anung menyusul pernyataan anggota KPU Anas Urbangningrum dan Koordinator Pengawasan Panitia Pengawas Pemilu Pusat Didik Supriyanto, yang mengaku tidak bisa berbuat apa-apa menindaklanjuti kesimpangsiuran asal usul dana kampanye pasangan ini. Sesuai dengan UU Pemilu Presiden, KPU baru melakukan audit setelah seluruh rekening dana kampanye dilaporkan satu hari setelah masa kampanye, kata Anas (Koran Tempo, 25/6).

Anung sendiri membenarkan pernyataan Anas soal ketentuan perundang-undangan itu. Itu memang kelemahan undang-undang kita, katanya. Tak hanya itu, ia menegaskan, KPU juga tidak bisa mempermasalahkan dana kampanye calon presiden yang berasal langsung dari kas partai politik. Seharusnya ada peraturan yang melarang calon presiden menggunakan dana partai politik, katanya seraya menjelaskan aturan seperti itu berlaku di negara demokrasi lain.

Dihubungi terpisah, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch, Lucky Djani, menilai pengakuan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung yang membantah dana kampanye calon presiden Wiranto berasal dari kas partainya adalah indikasi kuat terjadi penyimpangan. Meskipun bendahara tim kampanye Wiranto-Salahuddin, Setya Novanto, telah menjelaskan dana itu berasal dari sumbangan masyarakat yang masuk setelah saldo awal rekening kampanye Wiranto dilaporkan pada KPU, Lucky menilai, indikasi penyimpangan tak bisa diabaikan begitu saja.

Untuk memperjelas aliran dana dari masyarakat maupun pengusaha ke rekening Golkar maupun tim kampanye Wiranto, Lucky menyarankan KPU bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Semua transaksi perbankan yang menyimpang, seharusnya termonitor oleh lembaga ini, katanya.

Lebih jauh, Lucky berharap KPU dan Panwaslu bisa proaktif melacak dana kampanye masing-masing kontestan pemilihan presiden, meski dalam peraturan perundang-undangan audit baru dilakukan setelah masa kampanye selesai. Masih ada ruang untuk terobosan hukum. Jangan sampai Komisi Pemilu menjadi budak undang-undang, katanya.

Wakil Direktur Eksekutif Pusat Reformasi Pemilu Hadar Navis Gumay, dalam sebuah diskusi di Jakarta dua hari lalu, menilai kesimpangsiuran informasi seputar dana kampanye Wiranto-Salahuddin sebagai sebuah keanehan. Kalau betul-betul merasa tidak punya masalah, ya dibuka saja ke publik secara transparan, katanya. Cara seperti itu, katanya, justru akan menunjukkan akuntabilitas publik sebuah partai politik. wahyu d/purwanto/yandhrie

Sumber: Koran Tempo, 26 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan