KPPU Tuduh Rusadi Sekongkol

Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Rusadi Kantaprawira dan Kepala Biro Logistik KPU RM Purba bersekongkol dengan sejumlah perusahaan rekanan KPU dalam pengadaan tinta Pemilu 2004.

Akibatnya, negara dirugikan sebesar Rp2,159 miliar. Karena itu, majelis meminta keduanya ditindak sesuai aturan hukum yang berlaku.

Putusan perkara nomor 08/KPPU-L/2004 itu dibacakan secara bergantian oleh anggota majelis yang terdiri atas Soymartua Pardede (ketua), Faisal Basri serta Muhammad Iqbal (anggota) di kantor KPPU, Jl Juanda, Jakarta pusat, kemarin.

Majelis memutuskan bahwa proses pengadaan tinta Pemilu 2004 yang kepanitiaannya diketuai Rusadi melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat.

Putusan itu menyebutkan bentuk persekongkolan dilakukan antara Rusadi dan pihak konsorsium PT Fulcomas Jaya, PT Wahgo Internasional, dan PT Lina Permai Sakti dalam bentuk penetapan bahwa tinta pemilu harus diimpor dari India. Penetapan itu dilakukan berdasarkan riset staf KPU, demikian putusan itu.

Selain itu, guru besar FISIP Unpad itu juga bersekongkol dengan beberapa pihak, antara lain Lo Kim Muk (PT Mustika Indra Mas), Sudjanto (PT Multi Mega Service), Makmur Boy (PT Senorotan Perkasa), Nucke Indrawan (PT Tricipta Adi Mandiri), Musab Muchamad (PT Yana Prima Hastapersada), dan Yulianda Juniarty (PT Nugraha Karya Oshinda), dan Melina Alay Droes.

Meskipun status dan kompetensinya tidak memenuhi persyaratan tender, mereka meluluskan PT Multi Mega Service dan PT Tricipta Adi Mandiri melakukan kesepakatan pengaturan harga, dan membagi pekerjaan ke PT Mustika Indra Mas yang tidak memenuhi syarat, demikian putusan itu.

Rusadi sendiri disebutkan juga mensyaratkan adanya akta pengenal impor (API) untuk meloloskan PT Wahgo Internasional dan PT Lina Permai Sakti sebagai pemenang tender, serta memberikan kesempatan pada PT Fulcomas Jaya, PT Wahgo Internasional, dan PT Lina Permai Sakti untuk mengajukan penawaran harga sebanyak 2 kali.

Pada 17/2/04 KPU menetapkan 4 perusahaan, yakni PT Mustika Indra Mas, PT Fulcomas Jaya, PT Wahgo Internasional, dan PT Lina Permai Sakti sebagai pemenang tender dengan nilai masing-masing Rp8,3 miliar, Rp8,37 miliar, Rp8,27 miliar, Rp8,2 miliar. Kemudian keempat perusahaan itu sepakat menyerahkan uang Rp400 juta ke KPU sebagai tanda terima kasih.

Sementara pada 5 Mei 2004 ada aliran uang ke KPU untuk perjalanan staf KPU, Royadi dan Suharso, ke India, yang menghabiskan uang untuk tiket pesawat US$4.800, sewa hotel US$1.200, uang saku US$4.500, dan biaya lain US$400.

Akibat tindakan tersebut KPPU menjatuhkan denda masing-masing sebesar Rp719,7 juta kepada PT Fulcomas Jaya, PT Wahgo Internasional, dan PT Lina Permai Sakti. Selain itu KPPU menjatuhkan denda Rp1 miliar yang dibagi kepada PT Mustika Indra Mas, PT Multi Mega Service, PT Senorotan Perkasa, PT Tricipta Adi Mandiri, PT Yana Prima Hastapersada, dan PT Nugraha Karya Oshinda. Sedangkan individu-individu yang terlibat dalam pelanggaran tersebut dijatuhkan hukuman larangan terlibat dalam pengadaan barang dan jasa di KPU dan KPUD selama 2 tahun.

Usai mendengarkan putusan itu, Rusadi berkomentar singkat. Banyak yang tidak benar (putusan itu). Mereka (KPPU) tidak paham, katanya.

Sementara itu, Direktur Utama PT Wahgo Internasional Suresh Govindram Vaswani senada dengan Rusadi. Putusan itu tidak objektif. Saya akan ke pengadilan.

Ketua Majelis KPPU Pardede mengatakan keberatan keduanya atas keputusan KPPU merupakan hak yang bersangkutan. Itu hak siapa pun yang keberatan, katanya. Pardede mengatakan putusan itu akan dikirim ke KPK dan KPU sebagai bahan rekomendasi.

Sedangkan kemarin, KPK memeriksa anggota KPU Chusnul Mariyah untuk kedua kalinya sebagai saksi kasus dugaan korupsi dengan tersangka Ketua KPU Nazaruddin Sjamsuddin.

Selain itu, KPK juga memeriksa mantan Sekjen Departemen Kehutanan Soeripto sebagai saksi terkait izin pengelolaan hutan di kawasan Kalimantan Timur yang terjadi tahun 2000. KPK juga memeriksa Deputi Menteri BUMN bidang Pertambangan, Telekomunikasi, dan Industri Strategis, Roes Arya Wijaya, terkait kasus penjualan aset tanah dan bangunan PT Industri Sandang Nusantara. (CR-45/P-3)

Sumber: Media Indonesia, 12 Juli 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan