KPKPN Bergabung dengan Komisi Pemberantasan Korupsi [30/06/04]

Pemerintah kemarin secara resmi menyerahkan organisasi, administrasi, dan finansial Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) ke Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, atau yang lebih sering disebut Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).

Sisa anggaran dana di KPKPN sebesar Rp 36 miliar ikut diserahkan ke KPK. Sisa anggaran ini masih banyak dan bisa digunakan untuk keperluan administrasi, kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Feisal Tamin, yang mewakili pemerintah dalam acara serah-terima ini.

Penyerahan organisasi, administrasi, dan finansial dari KPKPN ke KPK dilakukan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 45 Tahun 2004. Ini bagian dari proses yang harus dijalani, kata Feisal.

Dalam sambutannya, Feisal menegaskan, pemerintah menghargai kerja KPKPN selama ini. Lembaga ini memberikan kontribusi luar biasa, terutama dalam hal pendaftaran laporan kekayaan penyelenggara negara, katanya.

Feisal juga berjanji semua hasil pendataan KPKPN akan ditindaklanjuti. Jika ada pejabat yang tidak mau melaporkan kekayaannya, ini akan menjadi penilaian khusus dan harus dihukum.

Selain itu, Feisal berharap personel eks KPKPN ditata dengan baik dan proses kariernya tidak terhalang. Ia mengaku mendukung dilakukannya uji kelayakan untuk menyaring kembali para eks karyawan KPKPN. Kalau ada yang kurang, ya diperbaiki. Kalau yang sudah tidak bisa, ya, sudahlah, bisa pensiun muda, ia memberi saran.

Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, di tempat yang sama, menegaskan bahwa semua personel KPKPN secara formal akan ditampung lembaga yang dipimpinnya. Kita akan lakukan uji penempatan untuk melihat kompetensi mereka, katanya. Bagi mereka yang tidak tahu dan tidak mau bergabung, ya, sorry, tidak ada tempat di KPK.

Setelah penggabungan ini, fungsi utama KPKPN--memeriksa kekayaan penyelenggara negara--akan dilanjutkan KPK. Pada akhir 2004, Ruki menegaskan, akan ada penambahan 41 ribu orang pejabat negara, yang terdiri dari anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten, dan Dewan Perwakilan Daerah. Melakukan pemeriksaan kekayaan 41 ribu orang jelas bukan pekerjaan ringan, katanya. Hasil kerja KPK, menurut Ruki, akan dilaporkan kepada presiden setiap enam bulan.

Saat ini, selain sibuk menyidik kasus korupsi pembelian helikopter yang menyeret Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Abdullah Puteh sebagai tersangka, KPK sedang mendalami enam kasus dugaan korupsi lainnya. Selain kasus pengadaan heli di Aceh, kasus penyalahgunaan jabatan dalam pengadaan tanah pelabuhan laut Tual, Maluku, juga sudah masuk tahap penyidikan, kata Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean kemarin.

Empat kasus korupsi lain yang sedang diselidiki lembaga ini, menurut Panggabean, adalah kasus dugaan korupsi pengadaan buku bacaan siswa SD/SLTP yang didanai Bank Dunia, kasus dugaan korupsi dalam proyek busway Pemerintah Daerah Jakarta, kasus dugaan tindak pidana penyalahgunaan fasilitas oleh Texmaco, serta kasus dugaan korupsi penjualan aset PT Pengembangan Pariwisata Sulawesi Utara oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Saham mayoritas pada perusahaan ini dimiliki Pemerintah Daerah Sulawesi Utara.

Panggaben menjelaskan, dalam kasus korupsi pembangunan pelabuhan di Tual, KPK telah menyelidiki indikasi penyalahgunaan jabatan di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan. Komisi ini bahkan telah menetapkan Harun Ledled, bekas Kepala Bagian Keuangan di Ditjen Perhubungan Laut, sebagai tersangka. Kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan Rp 10,8 miliar, kata Panggabean. lis yulia

Sumber: Koran Tempo, 30 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan