KPK Usulkan Pejabat Golongan III Laporkan Kekayaan

Komisi Pemberantasan Korupsi mengusulkan semua pejabat pemerintahan dari golongan III melaporkan harta kekayaannya seperti yang berlaku pada pejabat penyelenggara negara. Sebab, menurut Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, mereka biasanya menempati unit kerja yang sangat berperan penting, bahkan melebihi kepala bagiannya.

Menurut Ruki, pejabat golongan III biasanya duduk di posisi kepala dinas, kepala satuan di kepolisian, atau setingkat pangkat letnan di jajaran TNI. Di beberapa negara, seorang pejabat akan menyatakan besar kekayaannya dan melaporkan hal itu ke atasannya. Dengan cara ini, jika pada akhir masa jabatan atau terjadi perpindahan jabatan, kekayaan yang bersangkutan bertambah signifikan, dia harus membuktikannya bukan hasil korupsi.

Dengan demikian, itu akan mempermudah pengawasan dan pembuktian terbalik. Penyelidik bisa mengatakan, 'Buktikan bahwa kekayaan ini bukan hasil dari korupsi', kata Ruki setelah bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di kantor Presiden kemarin. Presiden setuju dan meminta KPK mengkajinya lebih lanjut.

Pada bagian lain, Ruki mengungkapkan upaya KPK memberantas korupsi telah membuat para pejabat penyelenggara negara dan pejabat pemerintahan lebih berhati-hati, sehingga APBN yang diselamatkan mencapai 20 persen. Tentang keluhan bahwa gencarnya pemberantasan korupsi menghambat penyerapan dana APBN, dan sektor riil tidak jalan karena kredit tidak turun, Presiden ternyata tak mempersoalkannya. Saya senang, Presiden tidak mispersepsi dengan ingar-bingar isu dan wacana yang berkembang saat ini, kata Ruki.

Anggota Komisi Hukum DPR, Yasonna Laoly, menilai usul KPK belum saatnya diterapkan. Sebab, dengan kewenangan yang ada sekarang ini, beban pekerjaan sudah sangat tinggi sehingga, bila ditambah, justru akan memberatkan. Tugas utama KPK itu menyelesaikan perkara (korupsi) kakap, ujarnya.

Ia mengatakan laporan kekayaan pejabat golongan III sebaiknya menjadi kewenangan polisi atau jaksa. Serahkan saja kepada mereka. SUNARIAH | RIKY FERDIANTO

Sumber: Koran Tempo, 19 Juli 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan