KPK Tunggui Rapat Anggaran; Antisipasi Praktik Suap Anggota DPR

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai membatasi ruang gerak para anggota DPR yang nakal. Sebab, lembaga superbodi dalam penyidikan korupsi itu bakal memonitor setiap proses penyusunan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN).

Kemarin (5/8) DPR mengakomodasi keinginan KPK tersebut. Hanya, khusus untuk rapat yang sifatnya tertutup, KPK harus menunggu undangan DPR.

''Rapat tertutup hanya boleh dihadiri anggota DPR dan pihak yang diundang. Jadi, kalau KPK mau hadir, ya harus melalui mekanisme undangan itu,'' kata Ketua DPR Agung Laksono setelah menggelar rapat antara pimpinan alat kelengkapan parlemen dan pimpinan KPK di gedung DPR kemarin.

Menurut Agung, DPR pada prinsipnya membuka diri terhadap langkah monitoring KPK. Karena itu, KPK dapat proaktif mengajukan diri untuk mengikuti rapat tertutup dengan mengirimkan surat kepada pimpinan DPR. ''Tinggal beri tahu, komisi mana yang ingin dimasuki. Nanti mekanisme internal DPR akan berjalan,'' tegasnya.

Selain dihadiri Ketua KPK Antasari Azhar, rapat terbuka yang digelar di ruang pimpinan DPR mulai pukul 09.45 itu dihadiri sejumlah wakil ketua KPK. Mereka, antara lain, Bibit Samad Rianto, M. Jasin, Haryono Umar, dan Chandra Hamzah. Sementara dari DPR, selain Ketua DPR Agung Laksono dan Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar, hadir para pimpinan komisi, pimpinan Badan Kehormatan (BK), dan pimpinan panitia anggaran.

Ketua KPK Antasari Azhar sangat mengapresiasi respons positif DPR. Menurut dia, pimpinan KPK segera membahas kesepakatan tersebut secara internal. Misalnya, menyangkut rapat-rapat mana di komisi yang diikuti KPK. ''Kami akan melihat konteks, kira-kira rapat mana yang perlu hadir. Tentu ini dibahas di rapim KPK terlebih dulu,'' ujarnya.

Antasari juga menegaskan, keikutsertaan KPK dalam rapat-rapat DPR sekadar monitoring. ''Kami tidak dalam posisi mencampuri. Kami hanya duduk dan mendengarkan apa yang dibahas dalam sidang, selanjutnya membawa pulang hasil dan mengkajinya lebih lanjut,'' ujar mantan jaksa tersebut.

''Kami ingin mencegah ke depan tidak terjadi lagi (ada anggota DPR yang tersangkut kasus di KPK, Red). Jadi, maksud KPK baik, tidak ada maksud lain,'' tandas pejabat asal Palembang itu.

Dalam kesempatan itu Wakil Ketua KPK M. Jasin kembali menjelaskan bahwa KPK hanya ingin memotret secara keseluruhan proses dan prosedur penyusunan anggaran. ''Sehingga, bisa diketahui titik-titik mana yang rawan penyimpangan,'' ujarnya.

Jasin lantas membeberkan enam belas tahap penyusunan RAPBN yang diatur oleh PP No 21/2004. Keenam belas tahap itu, yakni penerbitan surat edaran bersama (SEB) antara Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas tentang pagu indikatif, pembuatan rencana kerja kementerian dan lembaga (K/L) pertemuan tiga pihak, dan musyawarah perencanaan pembangunan nasional. Kemudian, penerbitan RKP (rencana kerja pemerintah), pembahasan asumsi makro dan RKP di DPR, penerbitan SE Menkeu dan pagu sementara, dan pembahasan RKAK/L (rencana kerja anggaran kementerian/lembaga) di DPR. Selanjutnya, penelaahan RKAK/L oleh Bappenas dan Depkeu, penyampaian dan pembahasan nota keuangan dan RAPBN di DPR, pengesahan UU tentang RAPBN, penerbitan pagu definitif, penelaahan revisi RKAK/L, penerbitan perpres rincian APBN dan penerbitan DIPA (daftar isian pelaksanaan anggaran).

Sampai saat ini, beber Jasin, KPK sebenarnya telah mengikuti sejumlah rapat terbuka di DPR dalam proses pembahasan anggaran. Misalnya, rapat penetapan APBN 2008 di Panggar DPR pada Maret-April 2008 dan pembahasan asumsi makro dan RKP 2009 di DPR pada Juni-Juli 2008. ''Kami hanya berposisi sebatas peninjau,'' kata Jasin.

Wakil Ketua Panitia Anggaran (Panggar) DPR Harry Azhar Azis menegaskan, pada prinsipnya rapat di DPR ada yang bersifat terbuka dan tertutup. Rapat terbuka, misalnya, rapat paripurna, rapat paripurna luar biasa, rapat komisi, rapat badan legislasi, rapat panggar, rapat pansus, raker, rapat dengar pendapat, dan rapat dengar pendapat umum. ''Di sini, siapa pun boleh datang walaupun tidak diundang,'' ujarnya.

Selain itu, ada rapat tertutup. Misalnya, rapim DPR, rapat alat kelengkapan DPR, rapat badan musyawarah (bamus), rapat badan urusan rumah tangga (BURT), rapat BK, dan rapat panitia kerja (panja) yang dibentuk rapat komisi. ''Yang boleh hadir hanya anggota DPR dan mereka yang diundang,'' katanya.

Menurut Harry, KPK bisa saja datang ke rapat tertutup, asalkan mengirimkan surat permohonan untuk hadir. ''Tapi, keputusannya bergantung peserta rapat. Mekanisme seperti itu harus dihormati semua lembaga negara,'' tandasnya.

Menyangkut hasil rapat tertutup, imbuh dia, sifatnya rahasia, sehingga tidak boleh diumumkan. ''Apakah yang semuanya rahasia itu ada unsur kemungkinan masuk wilayah kerja KPK, misalnya korupsi. Itu persepsi. Tidak boleh ada insinuasi begitu,'' tegasnya.

Harry juga menyebut bahwa pembahasan APBN merupakan wilayah DPR yang dilindungi UUD, khususnya hak bujet. ''Mengalihkan dana pembelian tank untuk pembelian kapal ini wilayah politik yang tidak bisa diintervensi. Bila dalam pengalihan itu ada unsur korupsi, baru KPK bisa masuk,'' kata legislator dari Fraksi Partai Golkar (FPG) itu.

Ketua BK DPR Irsyad Sudiro meminta monitoring KPK tidak dilakukan tim penyelidik atau tim penyidik. Sebab, sifatnya hanya pengkajian. ''Kalau tenaga ahli yang expert soal anggaran, silakan saja,'' katanya.

Wakil Ketua Komisi Didik J. Rachbini juga menyampaikan, monitoring KPK tidak boleh sampai melanggar domain politik DPR. ''Komitmen ini tidak boleh ditabrak siapa pun, harus dipegang teguh. Soalnya, di sini ada yang mewakili nelayan, guru, petani, buruh, dan yang lain,'' tegasnya. (pri/agm)

Sumber: Jawa Pos, 6 Agustus 2008 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan