KPK Tunggu Ada Yang Melaporkan; Kasus Reklame di Bandara Juanda
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menginvestigasi seputar kasus dugaan penyelewengan pengaturan lahan untuk iklan reklame di Bandara Internasional Juanda, Surabaya. Tapi, itu dilakukan jika ada masyarakat yang melapor. Kalau ada masyarakat yang melaporkan, KPK baru bisa melakukan investigasi, kata juru bicara KPK Johan Budi di kantornya, Jalan Veteran III, Jakarta, kemarin.
Johan menambahkan, sejauh ini pihaknya belum menerima laporan kasus tersebut. Ketika dikonfirmasi, Ketua KPK Taufiqurrachman Ruki mengatakan hal yang sama. Saya belum mendapat laporan tentang kasus dugaan penyelewengan itu. Yang saya dengar sementara ini sebatas suara bising pesawat, ujarnya setengah berkelakar.
Seperti diberitakan, sebagian kawasan reklame di Bandara Juanda, Surabaya, oleh PT Angkasa Pura I (pengelola bandara) tidak ditenderkan. PT AP I malah melakukan penunjukan langsung. Ironisnya, dalam penunjukan itu, harganya jauh lebih murah daripada harga pasar. Dengan cara itu, negara berpotensi dirugikan puluhan miliar rupiah.
Salah satu kawasan yang seharusnya ditenderkan adalah lokasi antara titik A1 (akses menuju Bandara Juanda dari Raya Sedati hingga lampu merah) dan titik A2 (area parkir). Itu merupakan akses keluar-masuk bandara.
Berdasarkan dokumen teknis yang dikeluarkan PT AP I kantor Pusat Jakarta (pasal 2 ayat 1 poin d), akses keluar masuk bandara tergolong kawasan outdoor yang seharusnya ditenderkan (di-beauty-contest-kan).
Tapi, PT AP I malah menunjuk langsung. Yang mendapat berkah penunjukan langsung adalah PT S. Keganjilan semakin menganga ketika terungkap dalam SPK (surat perintah kerja) bahwa PT S membayar uang sewa jauh lebih murah daripada beberapa perusahaan lain yang menang tender. Sama-sama di lokasi outdoor, pemenang tender membayar uang sewa paling mahal Rp 509.009 per meter persegi per bulan. Tapi, PT S hanya membayar Rp 85.000 per meter persegi per bulan. Dengan cara itu, negara bisa dirugikan puluhan miliar rupiah (baca JP 4/6).
Menanggapi kasus tersebut, juru bicara KPK Johan Budi mengatakan, bisa saja KPK melakukan investigasi. Tapi, sebelumnya harus ada proses verifikasi. Jadi, masyarakat harus membawa laporan yang bisa dijadikan alat bukti untuk proses selanjutnya, kata Johan. Laporan tersebut, sambungnya, akan diverifikasi untuk mengetahui layak atau tidaknya dilakukan investigasi terhadap kasus itu.
Kalau proses tender atau penunjukan langsung itu tidak sesuai Keppres No 80/2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Negara, kita bisa melakukan pemeriksaan, kata Johan. Dia mengingatkan, KPK tidak bisa memeriksa kasus tersebut hanya dengan mempertimbangkan prosedur penunjukan langsung. Kita harus benar-benar melihat kasusnya, jelasnya.
Apakah kasus di Juanda bisa masuk dalam kategori PT AP I membiarkan persaingan usaha tidak sehat? Tadjoedin Norsaid, anggota KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) mengatakan, pada dasarnya penunjukan langsung dalam pengadaan barang dan jasa bukanlah hal yang salah.
Asalkan kebutuhan untuk mencari pengelola papan reklame itu mendesak dan tidak ada unsur korupsi karena mark up, hal itu boleh saja dilakukan, katanya di Jakarta kemarin.
Namun, menurut dia, jika tanpa tender, PT AP I segera mengumumkannya kepada publik. PT AP I wajib mengumumkan alasan PT S ditunjuk langsung untuk mendapatkan satu lokasi untuk reklame. Selain itu, PT AP I sebagai pengelola Bandara Juanda harus mengumumkan harga sewa lokasi tersebut. Tujuannya agar tidak terjadi ketimpangan dengan harga sewa yang seharusnya dibayar perusahaan pemenang tender yang letak lokasi reklamenya di wilayah yang sama.
Masyarakat, kata Tadjoedin, juga harus diberi kesempatan menilai apakah perusahaan tertentu itu memang layak ditunjuk langsung.
Jika dugaan penyelewengan tersebut terbukti, PT AP dan PT S bisa dijerat dengan UU No 31/1999 jo UU No 20/2004 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kalau dalam penunjukan langsung itu ada mark up laporan uang sewa sehingga negara dirugikan, PT AP bisa dikenai pasal korupsi, ujarnya.
Bukan hanya itu. Jika terbukti menyuap agar ditunjuk langsung, PT S bisa dikenai pasal penyuapan dalam UU pemberantasan tindak pidana korupsi. Begitu halnya PT AP I yang menerima uang suapnya, tambahnya.
Jika PT AP terbukti tidak memberikan kesempatan pada pengusaha lain untuk menawarkan harga sewa lebih tinggi pada lokasi yang paling strategis, lembaga itu bisa dijerat UU persaingan usaha. (nue)
Minta Izin Reklame PTS Dicabut
Kasus dugaan penyelewengan tempat penyewaan papan reklame di Bandara Juanda, Surabaya, direspons Direktur Utama Angkasa Pura (AP) I Bambang Darwoto. Orang nomor satu di AP I itu mengancam akan mencabut surat penunjukan kerja (SPK) perusahaan berinisial PT S di Bandara Juanda.
Saya sudah membaca berita Jawa Pos dan saya sudah meminta agar GM Bandara Juanda (Budhiarto) dan direktur komersial AP I (Yay Supardji) mencari tahu kebenarannya seperti apa, ujarnya yang saat dihubungi Jawa Pos kemarin sedang memimpin rapat.
Saat ini, Angkasa Pura sedang menggali informasi untuk mencari tahu apakah penyewaan papan reklame di bandara internasional itu sudah sesuai aturan dari kantor pusat atau belum. (nue/wir)
Sumber: Jawa Pos, 5 Juni 2007
------------
Kejati Jatim Mulai Bergerak
Kasus dugaan penyimpangan dalam pengaturan kawasan reklame di Bandara Juanda menarik perhatian aparat Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur. Begitu berita kasus tersebut muncul di Jawa Pos, mereka bergerak. Hal itu disampaikan Kepala Kejati Marwan Effendy.
Kemarin dia langsung memerintahkan asisten intelijen untuk meneliti dugaan penyimpangan itu. Langkah awal sudah kami lakukan. Tinggal menunggu perkembangan, katanya.
Menurut dia, pengecekan tersebut dilakukan untuk membuktikan adanya dugaan penyimpangan dalam proses lelang reklame itu. Jika memang ditemukan bukti awal, penyelidikan akan dilanjutkan. Untuk sementara, masih dalam tahap penyelidikan tertutup, kata pria yang gemar nasi ketoprak itu.
Jika bukti cukup, penyelidikan dilanjutkan secara terbuka. Bentuknya memanggil para pihak terkait untuk mengumpulkan keterangan sebelum menaikkan menjadi penyidikan. Kalau memang bukti cukup, kasus tersebut dapat diangkat, tegasnya. (eko)
Sumber: Jawa Pos, 5 Juni 2007