KPK Tindaklanjuti Pengakuan Nurlif

Ia tak memasukkan penerimaan itu ke laporan kekayaan.

Komisi Pemberantasan Korupsi berjanji akan menindaklanjuti pengakuan Tengku Muhammad Nurlif, yang menerima 11 lembar cek pelawat senilai Rp 550 juta. "Sekecil apa pun informasi yang diberikan, tentu akan ditindaklanjuti," kata juru bicara KPK, Johan Budi S.P., di kantornya kemarin.

Pengakuan mantan anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat itu disampaikan dalam persidangan Hamka Yandhu, Senin lalu. Namun Nurlif menyangkal tudingan bahwa pemberian itu berhubungan dengan pemilihan Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004.

“Tidak ada hubungannya dengan Miranda,” kata Nurlif, yang kini anggota Badan Pemeriksa Keuangan, kemarin, sembari menambahkan bahwa dia menjelaskan semuanya di persidangan.

Nurlif bahkan tak memasukkan cek Rp 550 juta itu ke laporan kekayaan terbaru yang diserahkannya ke KPK. Dengan total harta senilai Rp 4,77 miliar per 30 September 2009, berarti hartanya meningkat dibanding jumlah yang ia laporkan pada 30 Juni 2004, yakni Rp 3,37 miliar.

Tentang hal ini, Nurlif mengatakan sengaja tak memasukkannya karena uang itu sudah dikembalikan ke KPK. "Seberapa pun yang pernah saya terima dalam traveler's cheque tersebut, saya sudah masukkan ke KPK. Jadi tidak masuk dalam laporan ini." Namun, kepada majelis hakim, Nurlif mengatakan uang pemberian Hamka itu sempat habis dipakai untuk keperluan kampanye dalam pemilihan legislatif 2004. Namun ia tidak bisa menunjukkan bukti-bukti pemakaian dana tersebut.

Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Nurlif mengaku menerima cek pelawat saat menjadi anggota Komisi Keuangan DPR periode 1999-2004. Menurut dia, cek itu ia terima dari Hamka Yandhu, sesama politikus Golkar di komisi tersebut. “Sekitar bulan Juli 2004,” katanya.

Dia berkukuh tak tahu bahwa pemberian itu berkaitan dengan pemilihan Miranda dua pekan sebelumnya. Nurlif bercerita, ketika itu ia mengira Hamka memberikannya sebagai wujud pertemanan dengan dirinya. Dua hari sebelum pemilihan Deputi Gubernur Senior BI digelar, Nurlif mengaku mendatangi Hamka. Dia meminta bantuan sejumlah uang. “Saya butuh sekitar Rp 600 juta waktu itu,” kata Nurlif di depan sidang. Dana itu untuk kampanye.

Kasus suap cek pelawat ini telah menyeret empat politikus Senayan sebagai terdakwa. Selain Hamka, mereka adalah Dudhie Makmun Murod (Fraksi PDI Perjuangan), Endin A.J. Soefihara (Fraksi Persatuan Pembangunan), dan Udju Djuhaeri (Fraksi TNI/Polri).

Ihwal pengakuan Nurlif itu, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo mengatakan, yang bersangkutan akan tetap aktif sebagai anggotanya. Sebab, sampai saat ini status Nurlif hanya sebagai saksi.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, kata Hadi, “Kalau ada anggota BPK jadi tersangka, kami akan rapat Badan untuk menonaktifkan sementara." NALIA RIFIKA | DANANG WIBOWO
 
Sumber: Koran tempo, 25 Maret 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan