KPK Tidak Takut Tindak Pelanggaran Antasari Azhar

Siap Beber Pelanggaran Kode Etik Pekan Ini

KPK menegaskan akan membentuk komite etik untuk mengusut dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua KPK nonaktif Antasari Azhar. ''Pembentukan komite etik ini suatu keharusan bagi KPK. Sebab, tim yang kami bentuk sudah bekerja," jelas Wakil Ketua KPK Jasin kemarin (26/8).

Senin (24/8) lalu pimpinan KPK memang merapatkan hasil temuan tim pengawas internal terkait dugaan pelanggaran kode etik oleh Antasari sebagai ketua komisi. Fakta dugaan pelanggaran adalah pertemuan Antasari dengan Direktur PT Masaro Anggoro Widjojo di Singapura. Posisi Anggoro saat itu terkait kasus korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT).

Undang-undang KPK menggariskan bahwa pimpinan KPK dilarang keras menemui pihak yang terkait kasus korupsi dengan alasan apa pun. Rapat memutuskan bahwa tim harus mencari tambahan informasi sebelum komite etik dibentuk.

Konsekuensinya, pembentukan komite molor lagi. Ini dikhawatirkan menimbulkan anggapan publik bahwa KPK tidak berani menindak Antasari. Namun, tudingan itu ditepis M. Jasin. Menurut dia, dalam minggu ini tim tersebut menyampaikan hasil temuan tambahan kepada pimpinan KPK.

"Selanjutnya kami memutuskan pembentukan komite itu," terangnya. Pada prinsipnya rapat sudah memutuskan pembentukan komite. Selain itu, pimpinan masih memilih dua orang dari luar KPK untuk terlibat dalam komite tersebut. Berdasar aturan, susunan komite adalah empat pimpinan, dua penasihat, dan dua dari pihak independen.

Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Pribowo menegaskan, tugas tim pengawas internal untuk Antasari sudah selesai. "Yang itu sudah selesai. Sekarang tim mencari informasi lain," ujarnya di gedung KPK kemarin.

Menurut dia, penyelidikan dugaan pelanggaran kode etik itu harus benar-benar kuat. "Jadi, kami bekerja sebaik-baiknya dan teliti," ucapnya.

Johan menerangkan, apabila ada pelanggaran, KPK berani menindak tegas Antasari. "Secara lem­baga KPK berani menindak tegas," katanya. Setelah komite etik terbentuk, KPK juga akan memublikasikan pelanggaran kode etik yang dilakukan ketua nonaktif itu.

Sesuai dengan aturan dalam UU KPK, seorang pimpinan KPK harus diberhentikan ketika menjadi terdakwa. Pem­berhentian berdasar keputusan presiden. Saat ini, Antasari masih berstatus ketua KPK nonaktif.

Mensesneg Hatta Rajasa mengatakan, presiden baru menerbitkan surat pemberhentian Ketua KPK Antasari setelah Polri dan Kejaksaan Agung me­ngeluarkan surat resmi yang menyatakan status terdakwa. Hingga kemarin sore, presiden belum menerima surat pemberitahuan status terakhir Antasari.

"Keppres itu baru dikeluarkan setelah ada surat resmi dari kepolisian dan kejaksaan yang menyatakan status Pak Antasari. Kalau kita hanya mendengar, tentu tak demikian proses kita membuat keppres. Selalu ada dasarnya," je­las Hatta di kompleks Istana Ke­presidenan, Jakarta, kemarin.

Hatta menegaskan, setelah (Antasari) diberhentikan, baru presiden membentuk tim seleksi untuk diajukan ke DPR. "Pro­sesnya harus ada tim seleksi dan sebagainya," ujarnya.

Terpisah, Kejaksaan Agung ma­sih menunggu laporan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan ter­kait status Antasari. Laporan ter­sebut akan mendasari surat yang bakal dikirimkan ke presiden. "Kami masih menunggu la­porannya," kata Kapuspenkum Ke­jagung Jasman Panjaitan.

Jika surat dakwaan telah di­limpahkan ke pengadilan, secara administratif Antasari sudah menjadi terdakwa. Namun, secara yu­ridis formal, terang Jasman, masih harus menunggu pembacaan dakwaan. (sof/fal/dyn/git/iro)

Sumber: Jawa Pos, 27 Agustus 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan