KPK Tetap Berwenang Tangani Perkara Korupsi Masa Lalu!

Pernyataan Pers Indonesia Corruption Watch No: /PR/ICW/II/2005

Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya telah menjatuhkan putusan terhadap permohonan judicial review atas terhadap pasal 68 UU KPK yang diajukan Bram Manopo tersangka korupsi pengadaan helikopter untuk Pemerintah Provinsi NAD Bram HD Manoppo. (15 Februari 2005). Dalam putusannya MK menyatakan menolak permohonan yang diajukan pemohon dengan pertimbangan bahwa tidak ada kerugian konstitusional Pemohon yang disebabkan oleh berlakunya Pasal 68 UU KPK, sehingga pemohon tidak memiliki legal standing guna bertindak selaku Pemohon dan permohonannya harus dinyatakan tidak dapat diterima.

Namun dalam salah satu pertimbangannya Mahkamah Konsitusi berpendapat bahwa Pasal 68 dalam UU KPK tidak mengandung asas retroaktif. (Pasal 68 menyatakan, semua tindakan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang proses hukumnya belum selesai pada saat terbentuknya KPK, dapat diambil alih oleh KPK berdasarkan ketentuan pasal 9). Dengan demikian, MK menilai kewenangan yang dimiliki oleh KPK berdasarkan Pasal 68 UU KPK adalah untuk kewenangan untuk meneruskan proses yang sebelumnya telah ada untuk melanjutkan proses tersebut.

Putusan dan pertimbangan yang dihasilkan oleh MK jelas menimbulkan kebingungan dan perdebatan di masyarakat. Disatu sisi menolak permohoanan dan disi yang lain menyatakan bahwa pasal 68 tidak berlaku asas retroaktif. Hal ini menimbulkan penafsiran di masyarakat bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berwenang mengambil alih perkara-perkara sebelum UU tentang KPK diundangkan, 27 Desember 2002.

Pertimbangan MK mengenai asas retro aktif ini tidak seharusnya menjadi pertimbangan yang mengikat dan harus diikuti oleh hakim pengadilan korupsi karena jika ini terjadi maka akan menjadi preseden buruk dalam pemberantasan korupsi dan menghambat upaya pemeriksaan dan penyelesaian perkara korupsi yang selama ini ditangani oleh KPK.

Pertimbangan MK seharusnya juga tidak serta merta ditafsirkan bahwa KPK tidak berwenang menangani kasus-kasus yang terjadi sebelum Desember 2002, baik yang telah ditangani maupun belum ditangani oleh Kepolisian atau Kejaksaan. Kenyataan bahwa korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) maka sudah selayaknya ditangani dengan cara-cara yang luar biasa pula termasuk didalamnya memberlakukan asas retroaktif dalam penanganan kasus korupsi.

Belajar dari pengalaman yang ada bahwa penanganan perkara korupsi yang dilakukan oleh Kejaksaan dan Kepolisian selama ini tidak menunjukkan hasil yang sangat memuaskan bahkan cenderung memberikan keistemewaan terhadap pelaku korupsi. Sangat mengkhawatirkan jika perkara korupsi kelas akbar yang terjadi sebelum Desember 2002, tidak ditangani oleh KPK tapi justru tetap ditangani oleh institusi penegak hukum yang sudah ada, maka hasilnya akan sama buruknya seperti perkara korupsi yang saat ini masih banyak mengendap dikedua institusi tersebut.

Sekali lagi, Putusan yang dihasilkan oleh majelis hakim MK adalah menolak permohonan pemohon dan tidak menyatakan mencabut pasal 68 UU KPK. Hal ini juga ditegaskan oleh Ketua Majelis MK, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie S.H yang menyatakan bahwa putusan MK yang mengikat adalah amar putusannya, bukan pertimbangan hukum yang dibangun oleh para hakim konstitusi. Dengan demikian jelas KPK tetap berwenang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap perkara korupsi baik sebelum maupun sesudah KPK terbentuk.

Jakarta, 16 Februari 2005
Indonesia Corruption Watch

Danang Widoyoko
Wakil Koordinator Badan Pekerja

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan